Saturday, May 2, 2020

Surfaktan dan Klasifikasinya

Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik) (Jatmika, 1998). Struktur surfaktan secara umum ditunjukkan pada gambar berikut.
Struktur Surfaktan (Sumber: Sainskimia.com)
Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil. (Jatmika, 1998). 

Di dalam molekul surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya yang lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Demikian pula sebaliknya, bila gugus non polarnya lebih dominan, maka molekulmolekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu.

Surfaktan pada umumnya disintesis dari turunan minyak bumi, seperti linier alkilbensen sulfonat (LAS), alkil sulfonat (AS), alkil etoksilat (AE) dan alkil etoksilat sulfat (AES). Surfaktan dari turunan minyak bumi dan gas alam ini dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, karena surfaktan ini setelah digunakan akan menjadi limbah yang sukar terdegradasi. Disamping itu, minyak bumi yang digunakan merupakan sumber bahan baku yang tidak dapat diperbaharui. Masalah inilah yang menyebabkan banyak pihak mencari alternatif surfaktan yang mudah terdegradasi dan berasal dari bahan baku yang dapat diperbaharui (Herawan, 1998; Warwel, dkk. 2001).

Secara umum surfaktan dapat dikemukakan sebagai berikut : 

Berdasarkan muatannya surfaktan terbagi atas 4 jenis (Holmberg dkk., 2004), yaitu :
Surfaktan kationik: 
  • Surfaktan kationik adalah senyawa yang bermuatan positif pada bagian aktif permukaan (surface-active) atau gugus antar muka hidrofobiknya (hydrophobic surface-active). Umumnya merupakan garam-garam ammonium kuarterner atau amina. C12H25Cl + N(CH3)3 à [C12H25N-(CH3)3] + Cl
          Contoh : 
          Dodekildimetilbenzilammonium klorida 
          Heksadekiltrimetilammonium klorida
  • Surfaktan anionik : Surfaktan anionik adalah senyawa yang bermuatan negatif dalam bagian aktif permukaan (surface-active) atau pusat hidrofobiknya (misalnya RCOO-Na, R adalah fatty hydrophobe). Umumnya merupakan garam natrium, akan terionisasi menghasilkan Na+ dan ion surfaktannya bermuatan negatif. Surfaktan anionik umumnya diproduksi secara besar-besaran pada industri detergen. Menurut U.S. Tarrif Commision Statistic pada tahun 1957, detergen anionik yang digunakan adalah sekitar 75% dari seluruh surfaktan yang digunakan, dan hampir 95% darinya adalah alkil-alkil sulfat dan alkil benzen sulfonat. Jenis ini merupakan komponen polutan utama detergen pada air permukaan. 
          Contoh : 
          Natrium dodekil sulfonat : C12H23CH2SO3-Na+
          Natrium dodekil benzensulfonat : C12H25ArSO3-Na+
  • Surfaktan nonionik : Surfaktan nonionik adalah surfaktan yang tidak bermuatan atau tidak terjadi ionisasi molekul. Sufaktan ini tidak berdisosiasi dalam air, tetapi bergantung pada struktur (bukan keadaan ion-nya) untuk mengubah hidrofilitas yang membuat zat tersebut larut dalam air. Surfaktan nonionik biasanya digunakan bersama-sama dengan surfaktan anionik. Jenis ini hampir semuanya merupakan senyawa turunan poliglikol, alkiloamida atau ester-ester dari polihidroksi alkohol. 
          Contoh : 
          Pentaeritritit palmitat :CH3(CH2)14COO-CH2-C(CH2OH)3
          Polioksietilendodekileter : C12H25-O-(CH2-CH2O)2H
  • Surfaktan amfolitik : Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang mengandung gugus anionik dan kationik seperti pada asam amino, dimana muatannya bergantung kepada pH, pada pH tinggi dapat menunjukkan sifat anionik dan pada pH rendah dapat menunjukkan sifat kationik. Dengan demikian, protein susu kasein adalah salah satu biosurfaktan yang termasuk jenis ini. Molekulnya biasanya mengandung gugus karboksilat atau fosfat sebagai anion, dan gugus ammonium kuarterner sebagai kation. Jenis ini relati mahal dibandingkan dengan yang lainnya. 
          Contoh : 
          Heksadekilaminopropionat : C18H35-NH2+ -CH2-CH2-COO
          Dodekilaminopropionat : C18H25-NH2+-CH2-CH2-COO

Berdasarkan sumber bahan baku pembuatannya, dikenal :
  • Surfaktan dengan bahan baku petroleum 
  • Surfaktan dengan bahan baku batu bara 
  • Surfaktan dengan bahan baku lemak atau minyak 
  • Surfaktan dengan bahan baku karbohidrat

Berdasarkan nilai HLB (Hydrophile-Lipophile Balance)
Griffin (1949) menggunakan suatu skala yang dikenal sebagai skala HLB. Klasifikasi ini didasarkan pada polaritas relatif yang dimiliki oleh molekul surfaktan yang ditimbulkan oleh gugus hidrofil dan gugus lipofilnya. Dengan karakter ganda tersebut, surfaktan akan bertindak sebagai jembatan antara dua zat yang sebenarnya tidak larut satu sama lain. Griffin membagi surfaktan dalam skala 1 sampai 40. surfaktan dengan nilai HLB rendah (1-8) larut dalam minyak, sedangkan yang memiliki HLB lebih tinggi larut dalam air. Meskipun klasifikasi ini hanya didasarkan pada kelarutan surfaktan didalam medium, dan sama sekali tidak menjelaskan mengenai kestabilan emulsi yang terbentuk, namun dapat digunakan untuk meramalkan bentuk emulsi yang terjadi dengan penggunaan surfaktan tersebut. Surfaktan yang memiliki nilai HLB rendah akan menghasilkan emulsi berbentuk air dalam minyak (w/o), dan sebaliknya jika nilai HLB-nya tinggi akan menghasilkan emulsi minyak dalam air (o/w).

Referensi :
Jatmika, A. 1998. Aplikasi Enzim Lipase dalam Pengolahan Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit untuk Produk Pangan. Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 6 (1) : 31-37.
Warwel, S., Bruse, F., Demes, C., Kunz, M. dan Klass, M.R..2001. Polymers and Surfactants on the Basis of Renewable Resources, Chemosphere, 43: 39-48.
Holmberg K., Jonsson B., Kronberg B. dan Lindman B. 2004. Surfactans and Polymers in Aqueous Solotion. 2nd edition. . USA : John Wiley & Sons Inc.
Griffin, W.C. 1949. Classification of surface-active agents by “HLB”. Journal of the Society of Cosmetic Chemists.

No comments:

Post a Comment