Saturday, May 2, 2020

Karakteristik dan Analisis Surfaktan

Surfaktan adalah zat yang dapat mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk terkonsentrasi pada permukaan (antar muka), atau zat yang dapat menaik dan menurunkan tegangan permukaan (Kadirun, 2010). Tegangan permukaan zat cair merupakan kecenderungan permukaan zat cair untuk menegang, sehingga permukaannya seperti ditutupi oleh suatu lapisan elastic. Selain itu, tegangan permukaan juga diartikan sebagai suatu kemampuan atau kecenderungan zat cair untuk selalu menuju ke keadaan yang luas permukaannya lebih kecil yaitu permukaan datar atau bulat seperti bola atau ringkasnya didefinisikan sebagai usaha yang membentuk luas permukaan baru. Dengan sifat tersebut zat cair mampu untuk menahan benda-benda kecil di permukaannya (Hamid, 2010).

Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle Concentration (CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC tercapai. Setelah CMC tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya (Genaro, 1990). Struktur misel ditunjukkan pada gambar berikut.
Struktur Misel (Sumber: Wikimedia.org)
Cara kerja dari surfaktan sangatlah unik karena bagian yang hidrofilik akan masuk kedalam larutan yang polar dan bagian yang hidrofilik akan masuk kedalam bagian yang non polar sehingga surfaktan dapat menggabungkan (walaupun sebenarnya tidak bergabung) kedua senyawa yang seharusnya tidak dapat bergabung tersebut.

Namun semua tergantung pada komposisi dari komposisi dari surfaktan tersebut. Jika bagian hidrofilik lebih dominan dari hidrofobik maka surfaktan akan mudah larut dalam air, sedangkan jika lebih banyak bagian hidrofobiknya maka  akan mudah larut dalam lemak dan keduanya tidak dapat berfungsi sebagai surfaktan. Bagian liofilik molekul surfaktan adalah bagian nonpolar, biasanya terdiri dari persenyawaan hidrokarbon aromatik atau kombinasinya, baik jenuh maupun tidak jenuh. Bagian hidrofilik merupakan bagian polar dari molekul, seperti gugusan sulfonat, karboksilat,ammonium kuartener,hidroksil, amina bebas, eter, ester, amida. Biasanya, perbandingan bagian hidrofilik dan liofilik dapat diberi angka yang disebut keseimbangan Hidrofilik dan Liofilik yang disingkat KHL, dari surfaktan (Warwel, dkk. 2001).

Ada beberapa metode untuk menerapkan tegangan permukaan suatu cairan. Dua metode diantaranya adalah :
1. Metode kenaikan kapiler
    Bila cairan yang membasahi gelas diberi pipa kapiler dari gelas maka permukaan cairan akan naik. Kenaikan cairan ini disebabkan oleh adanya tegangan permukaan cairan.
2. Metode Du nouy
    Cara ini lebih cepat dari cara pertama, karena alat yang diperlukan lebih praktis. Alat dari du nouy disebut tensiometer, terdiri atas cincin platina dan timbangan. Untuk mentapkan tegangan permukaan, cincin platina dimasukkan dalam cairan yang diselidiki (Soekardjo, 1990).

Untuk menentukan jenis surfaktan dikenal beberapa cara pengujian sederhana, Fan (2005) menjelaskan metode-metode tersebut sebagai berikut :

  • Anionik

Uji dengan Metilen biru yang bersifat Asam
Metilen biru adalah pewarna kationik yang larut dalam air dan tidak larut dalam kloroform. Metilen biru dapat membentuk senyawa berwarna biru dengan surfaktan anionik yang larut dalam kloroform.
Untuk membuat larutan Metilen biru yang bersifat asam, sebanyak 12 gram H2SO4 ditambahkan ke dalam 50 ml air, setelah dingin, 0,03 gram Metilen biru dan 50 gram Na2SO4 anhidrat ditambahkan ke dalam larutan H2SO4, kemudian campuran tersebut diencerkan dalam 1 L air.
Untuk pengujiannya, 5 ml sampel surfaktan 1% ditambahkan ke dalam campuran 10 ml larutan Metilen biru dan 5 ml kloroform dalam tabung reaksi, campuran dikocok kemudian didiamkan sampai terbentuk dua lapisan. Jika lapisan kloroform (bagian bawah) berwarna biru, 2-3 ml larutan surfaktan ditambahkan ke dalam campuran. Campuran dikocok kemudian didiamkan sampai terbentuk dua lapisan. Bagian kloroform akan berwarna biru gelap dan lapisan air hampir tidak berwarna. Ini adalah hasil positif keberadaan surfaktan anionik pada larutan sampel. Uji ini cocok untuk surfaktan alkilsulfat dan alkilbenzosulfonat. Sabun tidak bisa diuji karena akan mengendap pada medium asam.

Uji dengan Metilen biru yang bersifat basa
Sebanyak 1 tetes 5% larutan sampel ditambahkan ke dalam campuran 5ml Metilen biru 0,1%, 1 ml NaOH 1N, dan 5 ml kloroform. Campuran dikocok dan diamati warna pada lapisan kloroform. Jika warna biru-ungu terbentuk, terdapat surfaktan anionik pada sampel. Uji ini cocok untuk surfaktan anionik jenis apapun.

Uji dengan Timol biru
Larutan timol biru disiapkan dengan menambahkan 3 tetes thymol blue 0,1% setiap 5 ml larutan HCl 0,005 N. Untuk pengujiannya, sebanyak 5 ml larutan sampel yang telah dinetralkan ditambahkan ke dalam 5 ml larutan timol biru. Campuran dikocok dan diamati perubahan warnanya. Warna merah-keunguan adalah bukti keberadaan surfaktan anionik pada larutan sampel.   

Uji presipitasi
Beberapa tetes larutan sampel ditambahkan ke dalam 5 ml larutan p-toluidine HCl. Jika terdapat endapan putih,terdapat surfaktan anionik pada larutan sampel. 
  • Kationik
Uji dengan Metilen biru
Surfaktan kationik juga dapat diuji dengan menggunakan larutan Metilen biru. Pertama-tama sebanyak 2 tetes larutan surfaktan anionik ditambahkan ke dalam campuran 5 ml Metilen biru dan 5 ml kloroform, campuran kocok dan didiamkan sampai lapisan kloroform berwarna biru. Kemudian beberapa tetes larutan sampel ditambahkan, dikocok dan didiamkan sampai terbentuk lapisan. Jika warna biru pada lapisan kloroform menjadi lebih terang atau tidak berwarna, keberadaan surfaktan kationik dalam larutan sampel terbukti. 

Uji dengan Bromfenol biru
Larutan Bromfenol biru dibuat dengan menambahkan 20 ml Bromfenol biru 0,1% dalam 96% etanol ke dalam campuran 75 ml natrium asetat 0,2 N dan 925 ml asam asetat 0,2 N. Selanjutnya dilakukan penyesuaian pH menjadi 3,6-3,9. Untuk pengujiannya, sebanyak 2-5 tetes larutan sampel yang telah dinetralkan ditambahkan ke dalam 10 ml larutan Bromfenol biru. Campuran diocok dan diamati perubahan warnanya. Jika terbentuk warna biru, keberadaan surfaktan kationik dalam sampel terbukti.
Sebagai alternatif, sebanyak 1 tetes 5% larutan sampel ditambahkan ke dalam campuran 5 ml kloroform, 5 ml Bromfenol biru-etanol 0,1% dan 1 ml HCl 6 N. Campuran dikocok dan diamati warna pada lapisan kloroform. Jika muncul warna kuning, keberadaan surfaktan kationik pada sampel terbukti.

Uji presipitasi
Larutan encer natrium salisilat, natrium benzoat, atau natrium suksinat dapat mengendapkan surfaktan kationik.
  • Nonionik
Uji dengan Metilen biru
Pengujian dilakukan dengan Metilen biru yang bersifat asam seperti pada pengujian surfaktan anionik, jika lapisan air membentuk emulsi seperti susu, atau kedua lapisan menujukkan warna yang sama, keberadaan surfaktan non ionic terbukti.

Uji Cloud Point
Kelarutan surfaktan polyoxyethylene  bergantung pada ikatan hidrogen dengan air. Pada temperatur tinggi, ikatan hidrogen surfaktan akan terdisosiasi seiring dengan menurunnya kelarutan surfaktan. Oleh karena itu larutan surfaktan akan menjadi berawan (cloudy) pada temperatur tinggi. Berdasarkan prinsip ini, surfaktan polyoxyethylene dapat dideteksi.
Larutan sampel 1% secara bertahap dipanaskan dengan thermometer dalam larutan untuk mengamati suhunya. Jika larutan menjadi berawan, hentikan pemanasan. Diamkan hingga larutan dingin perlahan-lahan. Titik awan akan tercapai ketika larutan bening.
  • Amfoterik
Surfaktan amfoterik mengandung kation dan anion. Surfaktan ini harus menunjukkan hasil positif ketika diuji menggunakan basic Metilen biru untuk surfaktan anionik atau Bromfenol biru untuk surfaktan kationik.
Larutan bromine jenuh juga dapat digunakan untuk menentukan jenis surfaktan amfoterik. Sebanyak 5 ml larutan sampel 1% ditambahkan ke dalam 1,5 ml larutan bromin jenuh. Selanjutnya dilakukan pengamatan warna endapan. Campuran dipanaskan dan diamati perubahan pada endapan. Jika endapan berwarna kuning menjadi kuning-oranye dan dan terlarut menjadi warna kuning setelah pemanasan, sampel merupakan imidazolin atau alanin, tipe surfaktan amfoterik. Jika endapan berwarna putih menjadi kuning dan tidak larut setelah pemanasan, maka sampel merupakan jenis lain surfaktan amfoterik.

Schmitt (2001) telah memaparkan pengujian yang biasa dilakukan untuk analisis surfaktan adalah sebagai berikut :
  • Anionik
Untuk surfaktan anionik, kandungan active agent dari anionik surfaktan biasanya dapat ditentukan menggunakan titrasi dengan surfaktan kationik seperti benzethonium klorida. Titrasi satu tahap dengan titik akhir potensiometri menggunakan elektroda selektif surfaktan juga umumnya berlaku untuk surfaktan anionik. Berat ekuivalen sulfat dan sulfonat juga dapat diukur dengan titrasi menggunakan basa atau surfaktan kationik. Kromatografi cair secara umum cocok untuk penentuan berat molekul surfaktan anionik. 
  • Kationik
Surfaktan kationik dapat diuji dengan titrasi menggunakan surfaktan anionik, potensiometri atau dengan titrasi dua tahap. garam amina kuartener dapat dititrasi dengan asam dengan prosedur konvensional non aqueous.  Lebih tepatnya anion yang terikat dengan kuaterner yang dititrasi. Nilai asam dari surfaktan kationik dapat ditentukan dengan melarutkan surfaktan pada isopropanol dan titrasi dengan NaOH. Ketidak jenuhan garam kuarterner dapat ditentukan dengan metode Wijs. Penentuan ion Halida, Sulfat, p-toluenesulfonat dan Metil Sulfat pada senyawa kuarterner dapat dilakukan dengan kromatografi Ion. Penentuan distribusi panjang rantai alkil dilakukan dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT/ HPLC).
Sejumlah uji lain yang dilakukan untuk analisis surfaktan kationik adalah penentuan kandungan nitrogen dengan prosedur analisis standar atau dengan titrasi asam-basa dalam pelarut asam asetat. Jumlah bobot kering umumnya ditentukan oleh penurunan berat saat pengovenan atau dengan penentuan individu air dan konten pelarut.
  • Non ionik
Beberapa surfaktan non ionik yang mengandung ethylene oxide dan propylene oxide dapat ditentukan dengan NMR. Spektroskopi IR juga dapat digunakan untukmenentukan derajat etoksilasi, namun metode ini kurang akurat dibandingkan dengan NMR. Untuk menentukan panjang rantai polietilen oksida, sebagai contoh pada surfaktan etoksilasi alkohol, dapat dilakukan titrasi dengan hidrogen iodida. Metode ini juga dapat dilakukan untuk menentukan kandungan oksipropilen. Reaksi yang terjadi adalah :
—CH2CH2O— + 2HI à ICH2CH2I + H2O
—CH(CH3)CH2O— + 2HI à ICH(CH3)CH2I + H2O
Karena diiodo alkana tidak stabil maka terdekomposisi menjadi : 
ICH2CH2I à CH2CH2 + I2 (30% hasil)
ICH2CH2I + HI à CH3CH2I + I2 (70% hasil)
  • Amfoterik
Titrasi standar dua tahap yang biasa dilakukan untuk surfaktan kationik juga dapat diterapkan pada surfaktan amfoterik jika pH nya disesuaikan. Konsentrasi etanol dari fase air harus dikontrol dalam batas sempit untuk hasil yang akurat. titrasi potensiometri dengan HCl dapat digunakan untuk mengetahui kandungan surfaktan amfoter.

Referensi:
Warwel, S., Bruse, F., Demes, C., Kunz, M. dan Klass, M.R..2001. Polymers and Surfactants on the Basis of Renewable Resources, Chemosphere, 43: 39-48.
Fan, Q. 2005. Analysis of Common Chemicals Used in Textile Wet Processes. Chemical testing of textiles : 74. USA : University of Massachusetts Dartmouth.
Schmitt, T. M. Analysis of Surfactant second edition. USA : Marcel Dekker, Inc.

No comments:

Post a Comment