Tuesday, May 5, 2020

Tanaman Enceng Gondok dan Manfaatnya

Tanaman Eceng Gondok

Eceng gondok di Indonesia pada mulanya diperkenalkan oleh Kebun Raya  Bogor pada tahun 1894, yang akhirnya berkembang di sungai Ciliwung sebagai tanaman pengganggu (Brij dan Sarma, 1981). 
Klasifikasi eceng gondok secara umum adalah sebagai berikut.

          Divisi : Spermatophyta
          Sub divisi : Angiospermae
          Kelas : Monocotyledoneae
          Suku : Pontederiaceae
          Marga : Eichornia
          Spesies : Eichornia crassipes Solms
Eceng gondok berkembang biak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif maupun generatif. Perkembangbiakannya yang sangat cepat menyebabka tanaman eceng gondok telah berubah menjadi tanaman gulma di beberapa wilayah perairan di Indonesia.

Tabel 1 Kandungan serat eceng gondok dan beberapa tanaman lain (Tao, et. al., 2016)

Tanaman eceng gondok merupakan tanaman air yang jumlahnya sangat melimpah sehingga merupakan tanaman pencemar yang menyebabkan pendangkalan perairan darat. Sebagian dimanfaatkan untuk kerajinan dan sebagian dibuang sebagai limbah. Padahal eceng gondok mengandung hemiselulosa sebesar 23,7%  (Ganguly, 2013). Hemiselulosa tersebut merupakan bahan baku sintesis furfural yang bermanfaat dalam industri pelarut, kosmetik dan insektisida. 

Apa itu Furfural?

Furfural merupakan senyawa aldehid yang memiliki struktur furan dengan rumus kimia C5H4O2. Nama furfural berasal dari kata lain furfur yang artinya dedak, yang menunjukkan sumber memperolehnya. Dalam keadaan murni, furfural merupakan cairan seperti oli yang tidak berwarna dengan harum buah badan (almonds). Jika permukaan furfural berinteraksi langsung dengan udara maka warna cairan akan berubah menjadi kuning, dan bila dibiarkan lebih lama warnanya akan berubah menjadi coklat. Furfural merupakan cairan yang diproduksi dari limbah biomassa yang mengandung hemiselulosa melalui reaksi hidrolisis dan dehidrasi dengan asam.
Struktur Furfural
Sifat Fisik dan Kimia Furfural (Weast, 1987) :
Berat molekul         : 96,09
Titik lebur : -36,50C
Titik didih : 161,70C
Titik kritis : 670 K (P=55 bar)
Titik nyala : 620C
Densitas         : 1,12 x 103 gr/cm3
Viskositas         : 8,949 Mp
Spesifik gravitas : 1,00
Kapasitas panas (fasa cair) : 159,5 J/mol.K
                                                                                           
Karena manfaatnya yang banyak, banyak pula cara yang dilakukan untuk memperoleh furfural ini. Penelitian mengenai sintesis furfural dari tanaman eceng gondok telah dilakukan, dan telah dipublikasikan (di sini). Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan eceng gondok sebagai bahan baku sintesis senyawa furfural, menganalisis senyawa hasil sintesis dari eceng gondok, dan membandingkan hasil sintesis furfural menggunakan asam sulfat dan asam klorida. Perbandingan dilakukan karena metode penelitian yang dilakukan adalah refluks dengan senyawa asam, destilasi uap, dan ekstraksi. Prinsip penelitian ini adalah hidrolisis, siklisasi dan dehidrasi polisakarida menjadi monosakarida.

Referensi :
Brij, D. dan Sarma K. P. 1981. Water Hyacinth (Eichornia crassipes (Mart.) Solm.) The Most Trouble Oweed On The World. Hindiasia Publisher, India.
Ganguly, A., Das S., Bhattacharya A., Singh P., Chatterjee P. K., dan Dey A. 2013. Studies on the Production of Xylose from Water Hyacinth. Advances in Chemical Science Volume 2 Issue 1.
Moenandir, J. 1990. Pengendalian Gulma (Ilmu Gulma–Buku I). Jakarta: Universitas Brawijaya, Rajawali Pers.
Tao, et al. 2016. Water Hyacinth (Eichornia crassipes) Biomass as a Biofuel Feedstock by Enzymatic Hydrolysis.  BioResources 11(1), 2372-2380.

No comments:

Post a Comment