Pewarna Azo adalah senyawa organik yang mengandung gugus fungsi R−N=N−R ′, di mana R dan R′ biasanya merupakan aril, yang biasanya digantikan dengan beberapa kombinasi gugus fungsi termasuk: amino (-NH2), klorin (-Cl), hidroksil (-OH), metil (-CH3), nitro (-NO2), asam sulfonat dan garam natrium (-SO3Na). Pewarna Azo, disintesis dari senyawa aromatik, bukan merupakan larutan berair (karena adanya ikatan N=N, yang mengurangi kemungkinan pasangan elektron bebas dalam atom nitrogen), mudah direduksi menjadi hidrazin dan amina primer, berfungsi sebagai agen pengoksidasi yang baik. Berikut ini adalah contoh dari pewarna azo.
Pewarna Azo |
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pelepasan pewarna azo ke lingkungan dianggap mengkhawatirkan karena sifat toksik, mutagenik dan karsinogenik zat warna dan produk biotransformasinya, yang dapat menyebabkan kerusakan yang berbeda pada organisme yang terpapar. Toksisitas akut pewarna azo, menurut kriteria Uni Eropa untuk klasifikasi zat berbahaya termasuk rendah dengan nilai LD50 sebesar 250-2000 mg/kg berat badan. Senyawa ini tidak diklasifikasikan toksik untuk organisme akuatik. Contoh lain dari pewarna azo adalah pewarna sudan, yang terdiri dari Sudan I, II, III, dan IV sebagai berikut.
Pewarna Sudan |
Sudan I
Sudan I merupakan jenis pewarna makanan yang digunakan di beberapa negara, tetapi telah direkomendasikan tidak aman, karena potensi toksisitas dan karsinogenisitasnya. Pewarna yang memberikan warna merah atau oranye ini diketahui dapat menyebabkan perkembangan tumor di hati atau kandung kemih pada mencit, tikus, dan kelinci, serta dianggap memiliki kemungkinan karsinogen dan mutagen yang lemah pada manusia. Akan tetapi, Sudan I diklasifikasikan dalam golongan 3 senyawa karsinogen oleh International Agency for Research on Cancer (IARC).
Selain itu, Sudan I berpotensi sebagai alergen dan sensitizer kontak, menyebabkan dermatitis pada manusia. Selama ini Sudan I digunakan untuk bahan warna seperti pelarut hidrokarbon, minyak, lemak, lilin, plastik, tinta cetak, pembersih sepatu dan lantai serta bensin. Sudan I merupakan senyawa paling sederhana dalam serangkaian pewarna lainnya.
Berikut ini adalah salah satu contoh penelitian mengenai Sudan I Adduct:
Jurnal Chem. Res. Toxicol (2009) |
Jurnal tersebut berisi hasil penelitian mengenai pembentukan DNA Adduct Deoksiguanosin dari pewarna Sudan I melalui mekanisme oksidasi dengan katalis peroksidase.
Metode Penelitian
Pembuatan larutan inkubasi,
untuk preparasi dan karakterisasi metabolit Sudan I :
Bahan :
- Sudan I (>99% dari hasil HPLC)
- Deoksiguanosin dan guanosin
- Homo poli-ribonukleotida (Poli X)
- Horseradish peroxidase (HRP, isoenzim C; 300 purporogallin units/mg protein, 61 guaiacol units/mg protein)
- Hidrogen Peroksida
- tRNA dari hati tikus
Prosedur 1. Karakterisasi Metabolit Sudan I |
Untuk menganalisis pengaruh
tRNA, Poli X, Deoksiguanosin, dan Guanosin pada Oksidasi Sudan I oleh
Peroksidase :
Prosedur 2. Analisis Pengaruh Komponen Asam Nukleat pada Metabolit Sudan I |
Untuk modifikasi Deoksiguanosin
dan Guanosin dengan Sudan I yang telah teraktivasi Peroksidase :
Prosedur 3. Analisis Pengaruh Deoksiguanosin atau Guanosin pada Metabolit Sudan I |
Hasil
Dari beberapa perlakuan di atas, diketahui Sudan I memiliki beberapa metabolit, salah satunya adalah DNA Adduct. Pembuktiannya ditunjukkan dari hasil karakterisasi menggunakan instrumen spektrofotometer UV-Vis, FT-IR, HPLC, MS, hingga NMR. Urutan reaksinya diawali dari terbentuknya senyawa radikal Sudan yang kemudian bereaksi dengan senyawa radikal lainnya. Jika Deoksiguanosin ditambahkan, akan terjadi suatu reaksi penyerangan oleh Sudan I pada gugus eksosiklik amino dari residu Guanin membentuk Deoksiguanosin Adduct (Senyawa 6).
Usulan Mekanisme Metabolisme Sudan I Menggunakan Peroksidase dan
Pembentukan Adduct dengan (Deoksi)guanosin:
Usulan Mekanisme Pembentukan DNA Adduct Sudan I |
Penelitian lanjutan yang telah dilakukan adalah mengenai pembentukan DNA Adduct pada hati tikus yang telah terpapar Sudan I. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa secara alamiah, paparan Sudan I pada hewan tikus memang menyebabkan terbentuknya metabolit berupa DNA Adduct. Namun reaksi pada sel akan lebih sedikit terjadi karena sel suatu organisme pasti memiliki mekanisme pertahanan diri (antioksidan) yang mencegah terbentuknya senyawa radikal.
Referensi:
Dracınsky, M., Cvacka, J., Semanska, M., Martınek, V., Frei, E., and Stiborova, M., 2009, Mechanism of Formation of (Deoxy)guanosine Adducts Derived from Peroxidase-Catalyzed Oxidation of the Carcinogenic Nonaminoazo Dye 1-Phenylazo-2-hydroxynaphthalene (Sudan I), Chem. Res. Toxicol. 22, 1765–1773.
Stiborova, M., Martínek, V., semanská, M., Hodek, P., Dračínský, M., Cvačka, J., Schmeiser, H.H., and Frei, E., 2009, Oxidation of the Carcinogenic Non-aminoazo Dye 1-phenylazo-2-hydroxynaphthalene (Sudan I) by Cytochromes P450 and Peroxidases: A Comparative Study, Interdisc Toxicol. 2009, 2(3): 195–200, doi: 10.2478/v10102-009-0017-z.
Stiborova, M., Frei, E., Schmeiser, H.H., Wiessler, M., and Hradec, J., 1990, Mechanism of Formation and 32P-Postlabelling of DNA Adducts Derived from Peroxidative Activation of Carcinogenic Non-aminoazo Dye l-phenylazo-2-hydroxynaphtalene (Sudan I), Carcinogenesis, 1990, 11(10): 1843-1848.
Stiborova, M., Asfaw, B., Frei, E., Schmeiser, H.H., and Wiessler, M., 1995, Benzenediazonium Ion Derived from Sudan I Forms an 8-(Phenylazo)guanine Adduct in DNA, Chem. Res. Toxicol. 1995, 8: 489-498.
No comments:
Post a Comment