Sunday, April 26, 2020

REAKSI REIMER-TIEMANN

Dalam bidang kimia organik khususnya sintesis senyawa organik, dikenal berbagai jenis reaksi, salah satunya adalah reaksi formilasi Reimer-Tiemann. Reaksi Reimer-Tiemann berasal dari nama dua kimiawan asal Jerman, Karl Reimer dan Ferdinand Tiemann. Tahun 1876 Reimer dan Tiemann mengisolasi serta mengidentifikasi senyawa hidroksi aldehida sebagai hasil utama reaksi senyawa fenol (atau senyawa aromatik kaya elektron seperti pirol) dengan kloroform dalam suasana basa (Wyenberg dan Meiyer, 1982). Substrat (fenol) pada reaksi ini dilarutkan dalam pelarut dan 10-40% alkali hidroksida (basa) dengan kloroform berlebih. Larutan dua fase tersebut kemudian diaduk dengan temperatur tinggi.

Reaksi Reimer-Tiemann memiliki ciri khas yaitu merupakan satu-satunya reaksi substitusi elektrofilik aromatik yang terjadi dalam suasana basa dengan pelarut protik. Senyawa fenol, naftol, alkil, alkoksi dan halofenol, turunan asam salisilat,  serta fenol heterosiklik seperti hidroksikuinolin dan hidroksipirimidin, serta pirol dan indol dapat  menjadi substrat pada reaksi ini. Selain kloroform, prekursor diklorokarben lain seperti kloral dan trikloronitrometana dapat digunakan. Regioselektifitas pada reaksi ini rendah, namun produk orto-formilasi lebih dominan (Kurti dan Czeko, 2005). Reaksi umum Reimer-Tiemann ditunjukkan pada gambar berikut.

Reaksi Umum Reimer-Tiemann
Hasil normal reaksi Reimer-Tiemann adalah orto-hidroksialdehida dan isomernya para-hidroksibenzaldehida dengan rasio orto:para 2:1 (Wyenberg dan Meiyer, 1982). Penggunaan haloform sebagai prekursor dihalokarben, basa atau alkali hidroksida, dan alkohol sebagai pelarut sangat mempengaruhi perbandingan produk orto dan para-hidroksibenzaldehida tersebut (Suwarso, dkk., 2002). Beberapa alkali hidroksida seperti natrium, kalium, dan cesium hidroksida dapat menentukan rasio produk orto dan para-hidroksibenzaldehida. Semakin besar ukuran kation yang digunakan, kecenderungan peningkatan produk pada posisi para juga akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena semakin besar kation yang digunakan maka akan terjadi penurunan koordinasi antara kation dengan ion fenoksida. Selain itu, peningkatan produk para juga ditunjukkan dengan penambahan pelarut etanol (Wyenberg dan Meiyer, 1982).

Mekanisme reaksi Reimer-Tiemann dibagi menjadi dua, yakni hidrolisis kloroform (pembentukan diklorokarben) dan reaksi antara fenol dengan diklorokarben (Kurti dan Czako, 2005). Mekanisme reaksi Reimer-Tiemann ditunjukkan pada gambar berikut.

Mekanisme Reaksi Reimer-Tiemann
Senyawa haloform seperti kloroform akan membentuk diklorokarben ketika direaksikan dalam suasana basa. Setelah diklorokarben terbentuk, ion fenolat akan menyerang diklorokarben yang bersifat elektrofilik sehingga reaksi ini disebut juga reaksi substitusi elektrofilik aromatik (Firdaus, 2014; Kurti dan Czako, 2005).

Selain menghasilkan orto dan para-hidroksibenzaldehida, reaksi Reimer-Tiemann juga dapat menghasilkan produk abnormal seperti sikloheksadienon dan produk perbesaran cincin senyawa lingkar, seperti yang ditunjukkan pada gambar II.4 (Suwarso, dkk., 2002; Wyenberg dan Meiyer, 1982). Beberapa produk samping seperti resin trihidoksifenil metana, ester orto format, dan asam hidroksi juga dihasilkan dari reaksi Reimer-Tiemann (Suwarso, dkk., 2002). 

Referensi:
Firdaus, 2014, Kimia Organik Sintesis, Universitas Hasanuddin, Makasar.
Kurti, L. dan Czako, B., 2005, Strategic Applications of Named Reaction in Organic Synthesis, Elseiver Academic Press, London.
Suwarso, W.P., Budianto, E., dan Jayadi, I., 2002, Semi-Sintesis Vanilin dari Guaiakol via Reaksi Reimer-Tiemann yang Dikatalisis dengan Katalis Transfer Fase/Ptc: [18]-Crown Ether-6, Makara, Sains, Vol. 6, No. 2.
Wyenberg, H. dan Meiyer, E.W., 1982, Organic Reaction, Volume 28, John Wiley and Sons, New York.

No comments:

Post a Comment