Tuesday, April 28, 2020

Pengalaman Kuliah Magister Ilmu Kimia di UI

Toga Wisuda UI
Waktu memang cepat sekali berlalu. Gak nyangka, periode 2 tahunku di Depok juga sudah berlalu. Tepat tanggal 1 Februari 2020 kemarin aku mengenakan toga dua garis biru lengkap dengan samir biru hitam khas FMIPA-ku. Aku berfoto dengan beberapa teman yang kuberi tahu tanggal wisudaku. Ya, ternyata kuliah pascasarjana beda rasanya. Dulu waktu kuliah sarjana, aku ingin teman-temanku datang ke tempat sidang atau wisudaku, sekedar untuk berfoto. Dan aku menilai, hanya temanku yang datang lah, yang paling peduli denganku. Sementara kemarin, banyak yang protes padaku karena aku tidak memberi tahu tanggal sidang/wisuda pada teman-temanku.
Wisuda UI Februari 2020
Aku bukannya tidak ingin mereka datang, tapi rasanya sekarang cukup doa saja yang kunginkan dari mereka. Lagipula, aku merasa saat ini teman-temanku sudah sibuk dengan pekerjaan dan beberapa, sibuk dengan keluarga barunya. Aku sadar teman-temanku sudah bukan bocah 17 tahun, atau 22 tahun, pasti aku akan merepotkan mereka jika aku memberitahu mereka. Aku sudah cukup bahagia dengan adanya orang tua dan teman dekat, dan teman kampusku, jadi rasanya aku tidak perlu memberitahu banyak orang.

Akan tetapi, ada perasaan sedih yang menyelinap di antara perasaan bahagia itu. Perasaan sedih yang muncul saat menyadari bahwa aku akan meninggalkan tempat itu dan seisinya. Perasaan sedih yang muncul saat ingat bahwa teman-temanku di sana akan pergi dan melanjutkan hidupnya. Perasaan sedih saat ingat semua kenangan yang tak akan bisa terulang kembali. 
Meski hanya dua tahun, aku merasa banyak pelajaran hidup yang telah kudapatkan. Meskipun aku juga sering memaki-maki Depok dan seisinya, entah karena macetnya, oknum menyebalkannya, ataupun keruwetan lainnya, tapi aku tidak bisa menutupi fakta bahwa banyak kejadian yang mendewasakanku, di sana.

Tiga tahun yang lalu, aku tidak membayangkan akan hidup di kota penyangga Jakarta yang bernama Depok itu. Aku ingat sekali, aku sangat mengidam-idamkan tinggal di Jogja dan berkuliah di UGM. Aku selalu mengecek tanggal ujian masuk pascasarjana, mencari contoh-contoh soalnya, di sela-sela penelitian skripsiku. Ceritanya waktu itu aku ingin lulus dan lanjut kuliah di tahun yang sama. Aku tidak ingin ada banyak time-gap di hidupku. Apalagi alasannya kalau bukan buang-buang waktu?
Menurutku, Jogja dan kampus UGM adalah kombinasi yang pas untuk masa depan cerahku. Aku sangat bersemangat mengerjakan tesisku agar aku bisa wisuda di Bulan April 2017, dan berkuliah lagi di bulan Agustus 2017. Aku berambisi seakan lupa jika Allah adalah penentu takdirku. Menurutku, kalau aku sudah berusaha keras diiringi dengan doa, Allah pasti akan mengabulkannya. 

Aku tidak pernah salah tentang hal itu. Aku tidak pernah salah karena Allah memang selalu mengabulkan do’aku. Tapi aku lupa bahwa Allah mengabulkan dengan 3 cara. Aku yakin kalian yang membaca pasti sudah tahu. Ternyata pada saat itu Allah mengabulkan doaku dengan cara, memberikannya di waktu yang lebih tepat, dan di kampus yang lebih tepat untukku. 

Aku sempat ingin melanjutkan kuliah di kampus lamaku, demi ambisi kuliah di tahun yang sama. Tapi  berkat dosen pembimbingku yang menolak memberikan surat rekomendasi untukku, aku tidak jadi kuliah di sana. Katanya, aku harus cari kampus yang lebih baik lagi. Aku tidak ingin mengatakan kampus UI lebih baik dan tidak ingin berdebat pula mana kampus yang lebih baik. Aku hanya ingin mengatakan, kampus itu lebih tepat, untukku. 

Singkat cerita, setelah mengikuti SIMAK Pascasarjana UI di bulan November 2017, aku mulai berkuliah di bulan Februari 2018. Yaa, kalau kalian hitung dari bulan Agustus 2017, mimpiku terwujud 5 bulan lebih lama dari targetku. Aku sudah pernah bercerita bagaimana pengalamanku mengikuti SIMAK Pascasarjana UI, bagaimana rasanya mencari kost di dekat UI, dan pengalaman magangku saat libur semester kuliah magister. Jadi sekarang aku akan menceritakan bagaimana rasanya kuliah di Magister Ilmu Kimia UI khususnya peminatan Hayati (Saat ini di sana ada 4 peminatan, yaitu Hayati, Non Hayati, Bioteknologi, dan Toksikologi).
Kegiatan Perkuliahan di Kimia UI
Kalau aku rangkum dalam satu kata, kuliah di sana itu, menyenangkan. Menyenangkan bukan berarti aku tidak pernah mengalami kesulitan. Menyenangkan karena aku menikmati suka-duka kuliah di sana. Menikmati tangisan siang-malam yang kulakukan saat aku mengalami masalah atau kesulitan.
Aku berkuliah di sana selama 4 semester (tepat 2 tahun). Itu adalah waktu paling cepat mahasiswa bisa lulus dari program studi magister ilmu kimia. Untuk pelaksanaannya, satu tahun atau 2 semester untuk kuliah teori, dan satu tahun untuk penelitian tesis. Total SKS yang wajib diambil adalah 40, sudah termasuk penelitian tesis.  
Karena UI membuka pendaftaran tiap semester, jadi, ada mahasiswa baru di setiap semesternya. Selain berkuliah dengan teman-teman satu angkatan (yang masuk di semester yang sama), aku juga berkuliah dengan teman-teman yang satu semester di atas, dan satu semester di bawahku. Di semester pertama aku berkuliah dengan teman-teman yang satu semester di atasku, sementara di semester kedua aku berkuliah dengan teman-teman yang satu semester di bawahku.

Saat itu aku berkuliah dengan berpedoman pada kurikulum 2017 (saat ini kurikulum sudah ganti, ada penambahan dan pengurangan mata kuliah saat aku masuk di semester 2). Di semester pertama, aku ingat ada mata kuliah wajib prodi yaitu Metodologi Penelitian. Sementara itu mata kuliah wajib peminatan Hayati adalah Kimia Bahan Alam dan Kimia Organik Fisik. Sisanya, aku mengambil mata kuliah Bioassay, Bioseparasi, Bioteknologi Lingkungan, Kromatografi, Nano Kimia, dan NMR-2 Dimensi.

Di semester kedua, ada mata kuliah wajib peminatan yaitu Biosintesis, Metabolisme, Penentuan Struktur Molekul, dan Sintesis Kimia Organik. Sisanya, aku mengambil mata kuliah pilihan Bioorganik, Kimia Pangan, dan Toksikologi. Semester 3 dan 4 adalah penelitian, dua-duanya aku ambil mata kuliah Penelitian dan Seminar, tapi nilai hanya keluar di semester 4 saja setelah sidang tesis. 
Ada kejadian paling aku ingat saat semester pertama kuliah di UI. Aku pernah mengambil mata kuliah dengan dosen yang terkenal killer (But I didn’t know it before, yah you know that was my first). Saat itu hanya ada 3 mahasiswa baru di kelas, sisanya, adalah mahasiswa yang satu semester di atasku. Dan di hari pertama kuliah itu aku baru tahu bahwa mata kuliah tersebut adalah wajib untuk peminatan lain. Aku memperkenalkan diri as well as I can. Tapi aku dinilai tidak bisa membranding diri karena tidak banyak bercerita. Aku dibandingkan dengan 2 mahasiswa baru lainnya, yang usianya 3-4 tahun. Mereka bercerita tentang pengalaman kerja mereka. Menurutku itu tidak adil karena dari usia dan pengalaman saja sudah berbeda. 

Tapi bukan itu inti masalahnya, inti masalahnya adalah dari cara dosen berbicara, dan menyaksikan keheningan serta ketegangan di kelas, aku tau bahwa dia tidak akan menjadi dosen yang kooperatif. Aku bercerita pada teman-teman tentang hal itu. Dan dari sana aku tau, bahwa aku bisa membatalkan atau mengganti  mata kuliah di minggu pertama kuliah. 
Kebetulan hari itu adalah hari terakhir permohonan batal/ganti mata kuliah. Mau tidak mau di hari yang sama aku langsung mengurus semua berkasnya di dekanat, dan Alhamdulillah aku lolos dari beliau, untuk sementara. Ya, sementara karena pada akhirnya aku kuliah dengan beliau di semester dua.

Di semester kedua, aku belajar Sintesis Kimia Organik (SKO). Di antara semua mata kuliah yang aku ambil, aku hanya ingin menceritakan ini karena dia adalah tujuanku untuk lanjut belajar. Aku ingin memperdalam ilmu sintesisku. Kebetulan, buku acuan mata kuliah SKO sama dengan waktu aku berkuliah di kampus lama, yaitu buku dari Stuart Warren. Jadi aku tidak banyak mengalami kesulitan saat penyesuaian. SKO di UI dipelajari dengan pendekatan diskoneksi. Yaitu terdiri dari analisis rute jalur sintesis dan rancangan sintesisnya. Dalam pendekatan diskoneksi, akan dikenal istilah interkonversi gugus fungsi, dan pemutusan ikatan. Biasanya interkonversi gugus fungsi dilakukan untuk senyawa yang tidak bisa langsung diputus ikatannya. Begitu singkatnya, jika tertarik silahkan diambil mata kuliahnya hehehe (tapi kan memang wajib).

Karena tujuanku adalah mendalami sintesis, dari awal aku sudah memutuskan untuk mengambil topik penelitian tentang sintesis senyawa bahan alam, sama dengan skripsi. Jadi di semester ke-3 dan 4, aku benar-benar melakukan hal itu. Banyak sekali cerita saat penelitian. Mulai dari nangis karena dapat laboratorium yang panas, paling atas (lantai 4 tanpa lift), dengan kombinasi laboran yang sudah cukup aku tidak akan membicarakannya, pusing dengan hasil penelitian, disebelin sama dosen penguji karena katanya ngegas hahahaha, deadline yang suka dadakan, sampai wisuda yang menjadi akhir perjuangan kuliah magister ini. Alhamdulillah semua telah aku lewati.

Sebagai gambaran untuk yang ingin berkuliah di Magister Ilmu Kimia UI, seperti yang telah kusebutkan tadi, magister Ilmu Kimia UI terdapat 4 peminatan. Di peminatan Hayati sendiri, ada dua bidang penelitian yaitu Biokimia dan Organik. Di peminatan non hayati ada bidang Analitik, Anorganik, dan Fisik. Mahasiswa yang mengambil peminatan Bioteknologi dapat melakukan penelitian di bidang Komputasi atau Biokimia. Di UI sendiri, menurutku peminatan Non Hayati lebih maju dibanding Hayati. Apalagi ada beberapa dosen yang punya laboratorium sendiri di luar gedung Departemen Kimia. 

Bagi yang ingin mengambil kuliah dengan biaya sendiri, waktu itu aku dapat uang gedung Rp 15.000.000, dan SPP tiap semester Rp 10.000.000. Untuk penelitiannya, sebagian besar dosen kimia UI memiliki dana penelitian yang jumlahnya lumayan laah, jadi selama penelitian, biaya penelitian kita akan diganti. Syarat lulusnya sendiri, selain jumlah SKS, adalah setidaknya sudah publikasi paper/ prosiding, atau mengikuti suatu konferensi. Tidak perlu sampai status publish, setau aku dengan status under review tidak masalah. Tapi mungkin ke depannya akan berbeda lagi, karena peraturan akan selalu berubah.

Saat aku masuk semester kedua, ada pergantian kurikulum baru. Namun, aku masih menggunakan kurikulum lama. Aku sedikit bersyukur karena banyak mata kuliah wajib prodi baru, yang menurutku menyeramkan untuk diambil wkwkwk. 
Untuk mahasiswanya, saat aku berkuliah, banyak yang sudah bekerja, namun teman-teman yang sepantaran denganku (seumuran atau 1-2 tahun di atas) juga banyak. Tapi sepertinya semakin lama, akan makin banyak mahasiswa magister yang seperti aku (lulus kuliah langsung lanjut). Hmmm, sepertinya postingan ini sudah sangat panjang, jadi aku akhiri saja. Semoga membantu yaa!
Foto Bersama Dosen & Mahasiswa Magister Kimia UI 

No comments:

Post a Comment