Wednesday, September 12, 2018

PKL di Industri Farmasi? (Part 2)


Setelah kemaren cerita lumayan panjang tentang alasan kenapa aku PKL lagi dan sedikit tentang CPOB di industri farmasi (klik), kali ini aku mau ceritain tentang apa aja yang aku lakuin selama PKL, mungkin cuma sebagian tapi udah mencakup semuanya kok. Di perusahaan tempat aku PKL ini, aku masuk ke beberapa departemen yang kerjanya di laboratorium, ada namanya Departemen Metode Analisa, Departemen Quality Control, Departemen Research and Development (R&D), dan Departemen Quality Assurance.
Selama ditempatkan di Departemen MA, aku bisa liat secara langsung mengenai analisis bahan baku, produk baru hasil pengembangan dari Departemen R&D, serta produk jadi. Analisis yang dilakukan meliputi keseragaman kandungan, keragaman bobot, penentuan kadar, dan uji disolusi/dissolution test.
Analisis keseragaman kandungan dilakukan untuk mengetahui kadar zat aktif masing-masing obat dalam setiap batch. Analisis keragaman bobot dilakukan untuk mengetahui bobot masing-masing obat dalam setiap batch. Penentuan kadar dilakukan untuk mencari kadar zat aktif obat pada satu batch (10 tablet/kaplet). Uji disolusi dilakukan untuk mengetahui kadar zat aktif obat setelah dilarutkan menggunakan pelarut tertentu dan suhu kurang lebih 37oC. Biasanya uji disolusi dilakukan untuk menghitung kadar zat aktif obat yang dapat terserap oleh tubuh.
Dalam melakukan proses validasi metode, terdapat beberapa kriteria penerimaan, antara lain Uji Kesesuaian Sistem (UKS), Robustness, Akurasi, Presisi, Spesifisitas, Linearitas, dan Rentang. Terdapat dua parameter pada Uji Kesesuaian Sistem yaitu Tailing Factor sebesar ≤ 2, serta %RSD luas area dan waktu retensi sebesar ≤ 2%. Robustness adalah ukuran kekuatan metode analisa untuk tetap tidak terpengaruh pada perubahan/ variasi kondisi pada parameter metode analisa dan tetap memberi hasil yang reliable pada analisa normal. Akurasi adalah kedekatan hasil analisa dengan nilai sebenarnya. Presisi adalah derajat kedekatan/ kesesuaian antara hasil uji individual (masing-masing sampel terpisah) pada pengukuran terhadap sampel yang homogen. Spesifisitas dilakukan untuk mendeteksi keberadaan senyawa sejenis yang mengganggu uji identifikasi, dan komponen lain dalam sampel yang mengganggu identifikasi. Linearitas dilakukan dengan menguji 5 konsentrasi (80% s.d. 120%), sedangkan rentang merupakan interval batas konsentrasi tertinggi hingga terendah.
Instrumen yang digunakan untuk analisis meliputi High Performance Liquid Chromatography (HPLC), Atomic Absorption Spectroscopy (AAS), Fourier Transform Infra-Red (FTIR), dan Spektrofotometer UV-Vis. Secara umum, instrumen-instrumen tersebut  digunakan untuk mengetahui kadar senyawa aktif dalam obat. Prinsip kerja instrumen HPLC adalah pemisahan berdasarkan perbedaan distribusi senyawa dalam fasa diam dan fasa gerak. Komponen dalam instrumen HPLC terdiri dari solvent reservoir, kolom, detektor, injektor, pompa, selang limbah, serta komputer untuk menampilkan dan mengolah data. Jenis kolom untuk instrumen HPLC antara lain kolom fasa normal dan fasa terbalik. Namun, kolom yang paling sering digunakan di perusahaan tempat aku PKL adalah fasa terbalik, yaitu kolom C18 dengan kondisi fasa diamnya yang bersifat non polar. Detektor pada HPLC juga beragam, namun yang digunakan dalam analisis di perusahaan tempat aku PKL adalah jenis detektor UV.
Preparasi sampel untuk analisis menggunakan HPLC biasanya diawali dengan membuat fasa gerak. Fasa gerak untuk setiap sampel biasanya berbeda-beda. Beberapa sampel juga membutuhkan larutan dapar yang memiliki pH ±3. Setiap larutan yang dibuat untuk analisis HPLC harus melalui proses sonikasi penyaringan menggunakan membrane filter agar larutan benar-benar bebas dari endapan dan gelembung-gelembung yang dapat mengganggu proses analisis. Hal ini karena adanya gelembung-gelembung udara dapat mempengaruhi pergeseran pada waktu retensi senyawa aktif. Untuk uji disolusi, obat dilarutkan terlebih dahulu selama beberapa menit dalam suatu instrument uji disolusi yang terdiri dari chamber dan pengaduknya. Pengaduk yang biasa digunakan dalam uji disolusi terdiri dari paddle dan basket. Biasanya, jenis basket digunakan untuk obat yang keadaannya melayang di dalam pelarut.

Gambar: Instrumen HPLC

Dalam instrumen HPLC, kolom yang digunakan  disimpan dalam pelarut methanol agar tidak ditumbuhi jamur dan bakteri. Tahapan pencucian kolom dimulai dari mengalirkan air terlebih dahulu dengan tujuan untuk mengeluarkan larutan dapar. Hal ini  karena larutan dapar dapat bereaksi dengan methanol dan terjadi proses kristalisasi.

Gambar: Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)

Sementara itu, prinsip kerja instrument AAS adalah absorbsi cahaya oleh atom-atom yang sebanding dengan konsentrasi atom-atom yang terdapat dalam sampel. Absorbansi merupakan banyaknya cahaya yang diserap oleh suatu larutan. Setiap AAS terdiri atas beberapa komponen antara lain lampu katoda berongga (Hollow Cathode Lamp), Ruang pengkabutan (Spray Chamber), Pembakar (Burner), Monokromator & Slit (Peralatan optik), Detektor, dan lain-lain seperti pembuangan gas dan udara kotor (Exhaust Dust). Komponen tersebut dikelompokkan menjadi tiga, yaitu unit atomisasi, sumber energi, dan sistem pengukur fotometrik. Analisis dengan menggunakan AAS biasanya dilakukan pada obat yang mengandung mineral logam. Lampu katoda pada AAS yang digunakan harus sesuai dengan jenis logam yang akan dianalisis kadarnya. Analisis logam Se dilakukan dengan metode yang berbeda dengan Zn. Logam Zn dilakukan dengan metode flame sedangkan Se dilakukan dengan metode vapour menggunakan instrument tambahan yang disebut dengan Vapour Generation Accesory (VGA).
Untuk melakukan analisis logam dengan menggunakan AAS biasanya terlebih dulu dilakukan pengukuran kurva kalibrasi/ kurva standar. Kurva kalibrasi diukur dari senyawa standar yang telah diencerkan pada konsentrasi yang berbeda. Untuk melanjutkan analisis, koefisien korelasi (r) dari kurva kalibrasi yang diperoleh harus ≥ 0,98. Baik instrumen HPLC maupun AAS, untuk mengetahui kesesuaian hasil analisis, dilakukan Uji Kesesuaian Sistem (UKS) dengan nilai penerimaan tailing factor ≤ 2, dan %RSD ≤2%.

Gambar: Instrumen FTIR

Instrumen FTIR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari suatu senyawa. Di perusahaan tempat aku PKL, ada dua mode pengukuran menggunakan instrument FTIR, yang pertama adalah untuk identifikasi suatu senyawa aktif dan yang kedua adalah pengukuran kadar suatu senyawa aktif. Untuk identifikasi suatu senyawa aktif, senyawa uji akan dibandingkan dengan standar yang sudah ada pada library instrumen tersebut. Sampel yang digunakan bisa berupa padatan dan cairan. Hasil dari identifikasi senyawa tersebut berupa spektrum dengan sumbu x adalah bilangan gelombang (cm-1) dan sumbu y adalah transmitansi (%). Metode ini biasanya digunakan untuk analisis bahan baku. Metode yang kedua adalah pengukuran kadar suatu senyawa aktif. Dalam pengukurannya, senyawa tersebut harus berupa cairan Terdapat perangkat tambahan yang mengandung KBr untuk memasukkan senyawa yang akan dianalisis. Berbeda dengan metode sebelumnya, metode ini menghasilkan nilai absorbansi yang dapat dikonversikan menjadi kadar suatu senyawa aktif melalu perhitungan rumus. Selama ditempatkan di Departemen MA, kebetulan gak ada analisis menggunakan instrumen spektrofotometer UV-Vis.
Selama masuk ke Departemen R&D, aku dimasukin ke Divisi New Product Development. Di sini belajar tentang scaling up produk dari skala pilot ke skala produksi, serta uji stabilitas dari produk baru maupun produk yang beredar lama. Skala pilot dibuat sebanyak 3 kg yaitu 10x dari skala laboratorium, sementara skala produksi dibuat 10x dari skala pilot yaitu 30 kg. Uji stabilitas dilakukan dengan tujuan mengetahui masa edar dari produk tersebut, Instrumen yang digunakan adalah HPLC. Pengujian yang dilakukan antara lain, Keseragaman Kandungan, Keragaman Bobot, dan Penentuan Kadar.
Divisi NPD melakukan beberapa macam uji stabilitas, yaitu Accelerated test dan On-going test. Accelerated test dilakukan pada suhu 40±2oC, relative humidity (kelembaban) 75±5% selama 6 bulan, sementara on-going test dilakukan pada suhu 30±2oC, relative humidity (kelembaban) 75±5% hingga tanggal kadaluwarsa yang dilaksanakan ditambah dengan satu tahun. Nilai kelembaban tersebut ditentukan sesuai dengan iklim yang ada di Negara Indonesia. Selain itu, Divisi NPD juga melakukan uji stabilitas yang lain, antara lain Stress test, In use test, dan Real time test. Stress test dilakukan pada suhu 50oC selama dua bulan.
Real time test dilakukan sama seperti on-going test. Sementara itu, in use test adalah pengujian stabilitas obat ketika kemasan sudah dibuka. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah produk tersebut masih memenuhi syarat sesuai dengan masa edar ketika kemasan telah dibuka. Hal ini karena ketika kemasan telah dibuka berkali-kali, obat mengalami kontak dengan udara luar sehingga mempengaruhi kualitas dari produk obat tersebut. In use test yang dilakukan pada beberapa jenis obat berbeda-beda, rinciannya adalah sebagai berikut.
- Syrup                  : 0,1,2,3,dan 6 bulan
- Dry Syrup           : 0,3,5,7, dan 14 hari
- Semi Padat         : 0,1,2, dan 3 bulan


Gambar: Sediaan Obat Sirup

Selama proses uji stabilitas tersebut, produk obat disimpan dalam climatic chamber yang memiliki bentuk seperti oven, namun dapat disesuaikan suhu dan kelembabannya.
Nah sementara itu, selama ada di Departemen QC, aku bisa liat langsung sebagian kegiatan yang dilakukan di Divisi Bahan Baku dan Bahan Kemas, Produk Jadi, Mikrobiologi, serta Divisi Stabilitas dan Lingkungan.
Divisi Bahan Baku dan Bahan Kemas bertugas untuk memastikan kualitas dari bahan awal, yang terdiri dari bahan baku dan bahan kemas. Bahan baku terdiri dari dua macam, yaitu bahan aktif dan bahan tambahan. Pengujian sampel bahan aktif dilakukan pada setiap wadah bahan aktif. Wadah pertama diambil bagian atas, tengah, dan bawah kemudian dimasukkan dalam plastik yang berbeda. Wadah sisanya diambil bagian atas, tengah, dan bawah tetapi dimasukkan dalam satu plastik yang sama.
 Instrumen yang digunakan pada Divisi Bahan Baku dan Bahan Kemas adalah Spektrofotometer UV-Vis, FTIR, HPLC, dan AAS. Selain menggunakan instrumen, divisi ini juga menggunakan metode konvensional seperti titrasi untuk menentukan kadar bahan aktif maupun bahan tambahannya. Metode Kromatografi Lapis Tipis juga dilakukan untuk mengidentifikasi kemurnian senyawa. Penentuan kandungan logam berat dilakukan dengan penambahan reagen yang kemudian dibandingkan dengan standar logam berat yang dipreparasi menggunakan metode yang sama, serta masih banyak metode lainnya.
 Divisi Produk Jadi melakukan pengujian untuk produk ruahan sediaan tablet/kaplet yang terdiri dari identifikasi, penetapan kadar, dan disolusi. Produk harus menunggu rilis QC berdasarkan pengujian ini sebelum dilanjutkan ke proses stripping. Sementara untuk sediaan sirup, produk harus menunggu rilis QC berdasarkan pengukuran berat jenis, pH, dan viskositas sebelum dilanjutkan ke proses filling. Pengukuran kadar bahan aktif dilakukan setelah proses filling pada kemasan botol. Pengujian yang dilakukan oleh QC mengikuti metode analisa yang telah dibuat dan divalidasi oleh Departemen Metode Analisa, sehingga instrumen yang digunakan juga sama.
Divisi Mikrobiologi melakukan pengujian pada bahan baku, produk jadi, udara di ruangan produksi, serta air. Pengujian pada divisi ini terdiri dari dua macam, yaitu pengujian Angka Lempeng Total (ALT) dan Angka Kapang Khamir (AKK). Berdasarkan dua pengujian tersebut, terdapat dua media agar untuk pertumbuhan bakteri, yaitu media Tryptic Soy Agar (TSA) dan Sabouraud Dextrose Agar (SDA). Preparasi media dilakukan dengan melarutkan media agar yang telah ditimbang dalam air pada erlenmeyer dengan penambahan aquademin. Setelah pengukuran pH, media yang telah larut ditutup dan disterilisasi menggunakan autoklaf. Proses sterilisasi dilakukan pada suhu 121oC selama 15 menit. Karena proses penaikan suhu, waktu total untuk proses sterilisasi menjadi kurang lebih 1,5 jam.


Gambar: Uji Antibakteri

Identifikasi dilakukan dalam tabung reaksi, sementara uji antimikroba dilakukan menggunakan cawan petri. Pengujian sampel dilakukan di bawah Laminar Air Flow (LAF), dengan kondisi ruangan yang selalu disanitasi setiap hari. Hasil dari identifikasi dapat diketahui setelah satu hari, sedangkan pengujian antimikroba diinkubasi dalam inkubator selama kurang lebih 3-5 hari. Uji mikrobiologi pada sampel air dilakukan mulai dari sumber air yang masuk (air sumur) hingga menjadi Purified Water (PW) pada looping tangki penampung yang akan dialirkan ke area produksi. Setiap batch media agar yang datang perlu dilakukan Uji Growth Promoting Test (GPT) untuk mengetahui apakah media pertumbuhan bakteri tersebut sesuai dengan kriteria dan mampu menumbuhkan bakteri dengan baik. Setiap media dalam cawan petri yang telah diinkubasi dan dibaca hasil ujinya kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 30 menit agar bisa digunakan kembali untuk uji sampel berikutnya.
Divisi Stabilitas dan Lingkungan bertugas memantau kondisi lingkungan yang terdiri dari air, limbah, dan udara melalui serangkaian pengujian khusus. Jenis pengujian air dilakukan pada raw water dan purified water. Raw water (terdiri dari air sumur, air karbon,dan air post sand filter) diuji warna dan bau, pH, konduktivitas, serta Total Dissolve Solid (TDS). Sementara purified water (terdiri dari tangki Looping penampung dan ruangan produksi) diuji pH, konduktivitas, logam berat, nitrat, dan zat mudah teroksidasinya. Pengujian limbah terdiri dari warna dan bau, pH, TDS, Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), dan Total Suspended Solid (TSS).
Terakhir, selama ditempatkan di Departemen QA, aku masuk ke Divisi QV. Aku belajar mengenai prosedur validasi metode analisa dan kalibrasi alat yang ada di perusahaan ini. Divisi melakukan validasi terhadap metode analisa yang sebelumnya telah dibuat oleh Departemen MA. Untuk bahan baku dan bahan kemas, Divisi QV membuat sendiri protokol validasinya. Sementara itu untuk validasi metode analisa produk jadi, Divisi QV dibantu oleh Departemen MA.


Gambar: Proses Menimbang

Kalibrasi adalah proses pengecekan dan pengaturan akurasi dari alat ukur dengan cara membandingkannya dengan standar atau tolak ukur. Kalibrasi di perusahaan tempat aku PKL ini dilakukan satu tahun sekali secara internal dan eksternal. Salah satu contoh kalibrasi yang dilakukan adalah kalibrasi timbangan pada area produksi. Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan anak timbang yang telah terstandarisasi, dengan pengulangan beberapa kali. Jika berat anak timbang dengan angka yang tertera pada timbangan sama, maka timbangan dikatakan masih dalam kondisi baik. Namun jika beratnya berbeda jauh, berarti timbangan tersebut dikatakan dalam kondisi yang kurang baik.
Ternyata panjang juga ya hahahaha… sebenernya ini aku ambil dari resume PKL yang aku kumpulin ke pihak perusahaannya makanya bahasanya sebagian besar baku hehehehe. Semoga kalian ga bosen bacanya, dan semoga membantu J

No comments:

Post a Comment