Nanoteknologi adalah
salah satu faktor paling penting dalam pertumbuhan ekonomi global dan
kesejahteraan di abad ini serta menjadi keahlian baru dalam bidang material,
alat, dan sistem yang akan menciptakan sebuah revolusi dalam teknologi dan
industri (Rezanezhad, Nazanezhad, & Asadpur, 2013)
Salah satu industri
nanomaterial yang paling unik adalah nanoselulosa. Nanoselulosa secara luas
digunakan dalam pengobatan dan farmasi, elektronik, membran, bahan berpori,
kertas, dan makanan karena ketersediaan, biokompatibilitas, penguraian hayati,
dan keberlanjutannya (Rezanezhad et al., 2013).
Selulosa merupakan
polimer yang paling berlimpah di Bumi yang merupakan material terbarukan, dapat
didegradasi alam, serta tidak beracun. Selulosa terdapat pada kayu, kapas,
rami, Jerami, ampas tebu dan bahan nabati lainnya. Pemurnian selulosa dari
serat tanaman melibatkan treatment kimia yang terdiri dari ekstraksi alkali dan
pemutihan/ bleaching. (Dufresne, 2013 dan Liu, 2012).
(Lin & Dufresne,
2014)
Partikel Nanoselulosa
pada dasarnya terdiri dari nanokristal selulosa, nanofibril selulosa, bakterial
selulosa. Ada beberapa cara untuk membuat nanopartikel selulosa, antara lain
homogenisasi, mikrofluidisasi, micro-grinding, cryocrushing, hidrolisis asam, oksidasi TEMPO
((2,2,6,6,-tetramethylpiperidin-1- yl)oxydanyl), atau kombinasinya
(Beck-Candaneo et al dan Chen et al dalam Nanofibers, 2014).
Cara lain untuk
memperoleh nanopartikel selulosa dengan rendemen tinggi adalah dengan prosedur
mekanik. Pretreatment mekanikal, kimiawi, dan enzimatik digunakan untuk memecah
serat dengan tujuan mengurangi penggunaan energi (Lee, Hamid, & Zain,
2014). Isolasi nanoselulosa dimulai dengan pemutihan residu padat dengan NaOH,
kemudian dicuci dengan air dan ditambahkan NaOCl2 untuk proses
delignifikasi atau menghilangkan hemiselulosa, lignin, dan pektin. Prosedur
berikutnya adalah defibrilasi selulosa menjadi nanoselulosa menggunakan
sonifikasi (Microorganisms, 2013).
Banyak sekali sumber
selulosa di alam. Berikut ini adalah beberapa contoh tanaman yang mengandung
serat selulosa.
(Kopania & Wietecha,
2012)
Kayu dan tanaman adalah
biokomposit hirarkis selular yang diproduksi oleh alam, dan pada dasarnya
merupakan semikristal selulosa mikrofibril dengan matriks amorf yang terbuat
dari hemiselulosa, lignin, lilin, ekstraktif dan traces elemen (Fengel dalam
Dufresne, 2013)
Sekam padi adalah kulit
luar padi yang dianggap sampah. Sekam padi menyumbang 20-25% dari berat butir
beras dan sekam padi dibuang selama penggilingan padi (Bhardwaj dalam
Rezanezhad et al., 2013). Jerami padi terdiri dari 43.30% selulosa, 26,40%
hemiselulosa, 16,29% lignin, abu 12,26% dan 2,18% lilin. Oleh karena itu,
jerami padi berpotensi untuk digunakan sebagai nilai tambah bahan baku industri
(Haghi, Mottaghitalab, & Farjad, 2012).
Dalam beberapa tahun
terakhir telah terjadi peningkatan minat dari berbagai industri material dari
tanaman terbarukan. Metode yang paling umum diusulkan untuk pengelolaan limbah
biomassa hanya sebagai sumber energi terbarukan. (Kopania & Wietecha,
2012)
Linter adalah hasil
produk yang penting dari industri tekstil. Kapas linter adalah serat pendek
yang tidak dapat digunakan dalam proses tekstil namun kapas linter merupakan
sumber potensial dari kristal nanoselulosa, terutama dalam pembuatan
nanokomposit hidrofilik (Paulo et al., 2013).
Pada negara-negara
tropis, nanas merupakan tanaman yang jumlahnya melimpah. Bagian daun tanaman
nanas mengandung serat yang menunjukkan kekuatan spesifik tinggi dan kekakuan.
Sifat mekanik unggul dari serat daun nanas berhubungan dengan kadar selulosanya
yang tinggi dan sudut microfibrillar yang relatif rendah (14o ).
Karena sifat unik yang ditunjukkan, serat daun nanas berpotensi digunakan
sebagai penguat yang sangat baik dalam matriks komposit (Cherian, 2010).
Limbah jeruk merupakan
limbah pertanian yang menarik yang telah diproses untuk mendapatkan serat nano
dari selulosa mikrokristalin dengan sifat yang meningkat dibandingkan dengan
selulosa. Limbah jeruk mengandung sekitar selulosa 15,2%, hemiselulosa 18,2%
dan pektin 24,6% dalam biomassa kering dan umumnya dimanfaatkan sebagai makanan
suplemen untuk ternak. Dengan bantuan bakteri Xanthomonas axonopodis, limbah jeruk dapat digunakan sebagai sumber
terbarukan material nanoselulosa (Mariño, Lopes, Durán, & Tasic,
2015).
Hasil penelitian lain
menunjukkan kulit Pomelo (Citrus grandis) adalah salah satu limbah yang kurang
dimanfaatkan namun memiliki potensi dalam produksi bahan fungsional, karena
kandungan serat yang tinggi. Pomelo albedo merupakan sumber besar untuk
ekstraksi selulosa dibandingkan dengan jeruk jenis lain (Fazelin, Zain, Yusop,
& Ahmad, 2014),
Selulosa Pamelo dibuat
melalui perlakuan alkali diikuti dengan proses pemutihan/ bleaching, sementara
nanoselulosa dibuat dengan hidrolisis menggunakan asam sulfat. Data
karakterisasi fisikokimia bahan selulosa ini menunjukkan tingkat kemurnian
tinggi, kristalinitas rendah dan kapasitas waterholding tinggi. Temuan ini
membuktikan bahwa pomelo albedo dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan selulosa
dan nanocellulose yang dapat digunakan dalam berbagai aplikasi makanan dan
industry (Fazelin et al., 2014).
Ganggang hijau Cladophora juga dapat dijadikan
sumber terbarukan bahan selulosa yang memiliki kristalinitas tinggi, memiliki
sifat sangat bermanfaat yang dapat digunakan dalam berbagai aplikasi industri.
Produk Cladophora selulosa jelas akan meningkatkan kesadaran tentang
sifat unik dari bahan ini dan dapat mengurangi masalah lingkungan yang serius
terkait dengan ganggang musiman (Mihranyan, 2010).
Bakteri nanosellulose
(BNC, juga disebut bakteri selulosa, BC) adalah sejenis polimer selulosa alami
disintesis oleh beberapa mikroorganisme, misalnya, Acetobacter xylinum (sekarang menjadi Gluconacetobacter xylinus,
milik Gram bakteri negatif) dan Kombucha (juga disebut "jamur teh
hitam," yang terdiri dari jenis komunitas mikroba simbiotik terutama yang
mengandung bakteri asam asetat dan khamir). Sifat mekanik BNC tube sebanding
dengan nilai yang dilaporkan dalam literatur, yang menunjukkan potensi besar
dalam implan vaskular atau pengganti fungsional dalam biomedis (Hong, Wei,
& Chen, 2015).
Di antara bakteri yang
ada, salah satu jenis bakteri yang paling maju dari bakteri berwarna ungu
adalah bakteri cuka, Acetobacter.
Organisme non fotosintesis ini bisa menghasilkan glukosa, gula, gliserol atau
substrat organik lainnya dan mengubahnya menjadi selulosa murni. Berbeda dengan
selulosa dari pulp kayu, selulosa yang dihasilkan oleh strain Acetobacter tidak terkontaminasi
polisakarida jenis lain dan isolasi serta pemurniannya relatif sederhana, tidak
memerlukan energi atau proses kimia yang rumit (Keshk, 2014).
Bakteri selulosa (BC)
memiliki struktur kimia yang sama seperti selulosa tanaman, namun memiliki
struktur jaringan nanofiber yang halus dan sifat yang unik, termasuk
kristalinitas tinggi, kapasitas water-holding tinggi, kekuatan tarik, dan
kemurnian tinggi serta fleksibilitas (Taokaew, Seetabhawang, Siripong, &
Phisalaphong, 2013).
Suplementasi gelatin
dalam medium kultur selama biosintesis BC bisa memodifikasi morfologi dan sifat
dari film tersebut. Gelatin telah dimasukkan ke dalam jaringan fibril selulosa
dan mengisi pori-pori. Komposit atau film BCG (Bakteri selulosa gelatin) ini
lebih padat daripada film BC. Film ini memperlihatkan urutan kristalin yang
lebih rendah pada suplementasi dengan gelatin (Taokaew et al., 2013).
Bakterial nanoselulosa
dalam bentuk gel juga dapat diaplikasikan untuk masker wajah. Silk sericin
(protein yang dihasilkan oleh ulat sutera) diadsorbsi ke dalam bakterial
nanoselulosa gel agar memiliki aktifitas antioksidan, bioadhesif, dan bioaktif
(Aramwit & Bang, 2014).
Serat pulp kayu dapat
digunakan sebagai penguat pada komposit biodegradable dan sebagai sumber sumber
raw material untuk bioenergi dan pembuatan bahan kimia. Serat pulp kayu telah
dimanfaatkan dalam pembuatan Microfibrilated Cellulose (MFC). MFC bukan nama
lain dari serat nano, serat mikro, atau nanoselulosa yang lain, akan tetapi
pembuatan MFC mengandung bahan utama yaitu nanofibril (Chinga-carrasco,
2011).
Saat ini, permintaan
bahan plastik meningkat cepat, terutama dalam aplikasi kemasan makanan. Kemasan
digunakan untuk mempertahankan kualitas makanan tersebut. Akan tetapi bahan
kemasan yang selama ini digunakan masih beresiko membahayakan kesehatan
konsumen. Nanoselulosa dapat digunakan untuk memperkuat PVA/ Starch yang
merupakan bahan kemasan yang selama ini digunakan. Nanokomposit ini diketahui memiliki
kekuatan tarik sekitar 5,694 MPa dan perpanjangan saat putus adalah 481,85%.
Selain sifat mekanik yang baik, nanokomposit ini memiliki ketahanan air dan
biodegradasi yang baik (Lani, Ngadi, Johari, & Jusoh, 2014).
DAFTAR PUSTAKA
Aramwit, P., & Bang, N. (2014). The characteristics of bacterial
nanocellulose gel releasing silk sericin for facial treatment, 1–11.
Chinga-carrasco, G. (2011). Cellulose fibres , nanofibrils and
microfibrils : The morphological sequence of MFC components from a plant
physiology and fibre technology point of view, 1–7.
Fazelin, N., Zain, M., Yusop, S. M., & Ahmad, I. (2014).
Preparation and Characterization of Cellulose and Nanocellulose From Pomelo (
Citrus grandis ) Albedo, 5(1), 10–13.
http://doi.org/10.4172/2155-9600.1000334
Haghi, K. A., Mottaghitalab, V., & Farjad, M. (2012). Preparation
of Rice Straw Cellulose Nanofiber via Electrospinning, 12–14.
Hong, F., Wei, B., & Chen, L. (2015). Preliminary Study on Biosynthesis
of Bacterial Nanocellulose Tubes in a Novel Double-Silicone-Tube Bioreactor for
Potential Vascular Prosthesis, 2015.
Kopania, E., & Wietecha, J. (2012). Studies on Isolation of
Cellulose Fibres from Waste Plant Biomass, (96), 167–172.
Lani, N. S., Ngadi, N., Johari, A., & Jusoh, M. (2014). Isolation
, Characterization , and Application of Nanocellulose from Oil Palm Empty Fruit
Bunch Fiber as Nanocomposites, 2014.
Lee, H. V, Hamid, S. B. A., & Zain, S. K. (2014). Conversion of
Lignocellulosic Biomass to Nanocellulose : Structure and Chemical Process,
2014.
Lin, N., & Dufresne, A. (2014). Nanocellulose in biomedicine :
Current status and future prospect. EUROPEAN POLYMER JOURNAL, 59, 302–325.
http://doi.org/10.1016/j.eurpolymj.2014.07.025
Microorganisms, I. (2013). Nanocellulose and Bioethanol Production
from Orange Waste using Isolated Microorganisms, 24(9), 1537–1543.
Mihranyan, A. (2010). Cellulose from Cladophorales Green Algae : From
Environmental Problem to High-Tech Composite Materials.
http://doi.org/10.1002/app
Nanofibers, C. (2014). com High Yield Preparation Method of Thermally
Stable Cellulose Nanofibers, 9(2011), 1986–1997.
Paulo, J., Morais, S., Freitas, M. De, De, M., Souza, M. De, Dias, L.,
… Ribeiro, A. (2013). Extraction and characterization of nanocellulose
structures from raw cotton linter. Carbohydrate Polymers, 91(1), 229–235.
http://doi.org/10.1016/j.carbpol.2012.08.010
Rezanezhad, S., Nazanezhad, N., & Asadpur, G. (2013). Isolation of
Nanocellulose from Rice Waste via Ultrasonication, 2(Bharadwaj 2004), 282–291.
Taokaew, S., Seetabhawang, S., Siripong, P., & Phisalaphong, M.
(2013). Biosynthesis and Characterization of Nanocellulose-Gelatin Films,
782–794. http://doi.org/10.3390/ma6030782
By: Mutiara Hapsari xoxo ✿