Dilan vs Ari, Pidi Baiq vs Esti Kinasih (?)

Aku gak pernah menyangka bahwa dengan bodohnya aku telah menyia-nyiakan novel ter-hits masa kini. Dua tahun lalu, waktu aku mampir toko buku buat cari kado temen, aku gak sengaja baca sinopsis novel berjudul Dilan. Motivasi terhina sepanjang masa kala itu adalah aku yakin novel Dilan akan mengingatkanku pada kenangan masa SMA, yang, hmm jujur sampai detik ini aku mengetik tulisan, adalah masa terindah yang pernah kualami. Jangan baper, masa kuliah juga indah, tapi beda feel-nya, Sayangnya, setelah aku tersenyum manis pada kasir toko buku dan mengucapkan terima kasih, aku tak pernah sempat bahkan hanya sekedar membuka segel plastik novel itu. Sombong sekali aku hahaha

Dua tahun berlalu, entah gimana awalnya maafin ya, aku ga berniatan untuk mengingatnya lagi, mulai banyak yang membicarakan novel itu. Banyak yang share info workshop dengan Pidi Baiq –Penulis-novel-Dilan-, yang menuliskan resensi novel itu di blog pribadi apalagi, aku salah satunya –yang-ikut-ikutan-nulis-tapigaje. Ga cuma di dunia maya, di dunia nyata pun banyak temen-temen yang heboh kalo lagi bahas novel yang judulnya Dilan ini.

Waktu itu aku ga sadar kalo novel yang sedang diheboh-hebohkan banyak orang ini ternyata udah nangkring di rak buku aku sejak dua tahun yang lalu. Baru setelah aku bongkar-bongkar rak dan menemukan sesobek novel berjudul Dilan, taraaaaaa! Aku seolah-olah memasang ekspresi “Lah-ini-novel-yang-lagi-hits-itu-bukan?” EH, atau seperti ini “Ini novel punya siapa deh, nangkring-nangkring sembarangan!” entahlah aku lupa. Aku gatau kenapa aku ceritain ini, yang harus kalian tau, kalian adalah golongan orang-orang yang sabar. Kenapa? Tanpa kalian sadari, kalian sudah sabar membaca tulisan gajeku ini sampai tiga paragraf. Padahal aku yakin kalian pasti udah penasaran banget pengen tau isi novel Dilan yang sebenernya. Cie. Selamat ya :3

Apa? Enggak pengen? Udah baca novelnya? Atau udah baca resensi dari blog lain? Gak apa deh aku tetep pengen bahas novel Dilan ini apapun yang terjadi. Begini, selama membaca novel Dilan, baik part satu maupun dua –sebenernya-ada-part-3-tapi-belum-baca-, aku merasa novel ini cukup menarik, dan cukup bisa membuatku melongo sambil ngakak chantique di kamar.

Ngebayangin dideketin cowok macem Dilan bikin aku inget kisah cinta alay jaman SMA, yang baru tuntas waktu kuliah. Walaupun beda sih, ga nyambung juga wkwk tapi sama-sama terjadi ketika seragam putih abu-abu itu masih muat di badan.

Dilan itu cowok unik, baru tau ada cowok ngatain gebetannya suka makan lumba-lumba, ngirim surat ke bu RT buat pernyataan cinta, nitip cokelat ke tukang koran dan pegawai PLN biar dikasih ke cewenya, ngasih kado TTS yang udah ada isinya, DILAN U’RE SO SPECIAL! Puisi-puisinya tentang Milea itu lho, kadang bikin ngakak juga. Walaupun kata pak Pidi, si Milea malah terharu. Jadi bingung, kenapa terharu? Predikat panglima tempur geng motor pada masanya, yang tiap hari cuma bawa buku tulis satu, gak sama sekali menurunkan prestasinya. Rada aneh sih, preman tapi peringkatnya satu terus. Yaudah pak Pidi aku ga nyalahin bapak kok, ini kan, novel bapak, jadi terserah bapak mau bikin cerita ini jadi kaya apa.

Buat kalian yang belum baca, novel ini bisa jadi pedoman untuk mendekati cewek idaman kalian. Walaupun endingnya sedih gitu, Milea nikah sama orang lain dan posisinya belum move on dari si Dilan. Milea, yang sabar ya, sekarang kan udah punya suami dan anak-anak yang sayang sama kamu. Dilan sih, lupain aja, gak penting. Lah, kenapa jadi bahas ini? Lah, kenapa jadi spoiler?

Secara keseluruhan, novel ini bagus. Aku cuma butuh waktu kurang lebih empat jam buat nyelesaiin Dilan 1990. Bahasanya gampang dicerna, gaperlu mikir dua kali buat nerjemahin maksud pak Pidi dalam novel itu.

Tapi, baca novel Dilan mengingatkanku pada novel favoritku jaman SMA. Kalo kamu adalah novelova –ceritanya-penggemar-novel-, kamu pasti tau novel Jingga dan Senja, Jingga dalam Elegi karya Esti Kinasih. Ada kesamaan pada dua tipe novel ini. Antara Dilan dan Jingga, tokoh utama Dilan dan Ari sama-sama panglima tempur geng di sekolah mereka masing-masing. Seinget aku Ari juga suka tawuran.

Entah kenapa, aku merasa Esti kinasih lebih kuat dalam menggambarkan ciri-ciri fisik tokoh utamanya. Waktu baca novel Dilan, aku gak ada feeling bahwa Milea adalah gadis cantik idaman cowok-cowok. Penjelasan bahwa Milea adalah gadis cantik hanya ada di bagian awal-awal saja, selebihnya aku hanya membaca “Milea kamu cantik” “Milea cantik sekali” “Gadis cantik itu”, kata penunjuk bahwa Milea cantik bertebaran di dalam buku, tapi tidak ada penggambaran ciri-ciri fisik yang kuat seperti Esti Kinasih saat mendeskripsikan ketampanan Ari maupun kecantikan Tari.

Waktu aku baca novel JDS dan JDE, aku benar-benar merasa terlibat dalam cerita dan aku bisa membayangkan wajah Ari seperti apa. Bagaimana kerennya Ari saat menolong Tari, perlakuan-perlakuan sweet Ari yang digambarkan dengan sangat detail oleh mba Esti, membuatku heboh selama baca novel. Walaupun faktor umur mungkin juga mempengaruhi siy. Dulu kan aku masih SMA, jadi baca cerita kaya gitu berasa bagus banget karena umur aku dan tokoh dalam novel sama. Tapi sekarang, aku sudah hampir lulus kuliah, membaca kisah cinta anak SMA tak membuatku tertarik seperti dulu. Kalo dulu tiap baca cerita, dikit-dikit bilang “IIIIIIH SO SWEET!”, “MAUUUU PUNYA COWOK KAYA ARI!” sekarang cuma bisa bilang “Alah gini aja, ga romantis, ini alay, baru juga SMA, belum kuliah, ini cuma ada di novel, ga ada di dunia nyata.” AH! ARI, TARI, bagaimana kabar kalian? Udah nikah belum ya? Hahaha.

Saran aku sih, baca aja semuanya. Dilan 1990, Dilan 1991, Jingga dan Senja, Jingga dalam Elegi. Nanti kalian baru bisa membuktikan apakah penilaianku benar atau salah. Ga punya? Beli lah! Gaada duit? Yaudah pinjem aja, aku juga pinjem kok. Dari keempat novel itu, Cuma Dilan 1990 yang aku beli, lainnya pinjem hehehe. Yaudah Happy Reading yak novelova (ˆ⌣ˆʃƪ)