Wednesday, May 20, 2015

Oxytocin? Guess What!

Dia berjalan begitu cepat, ketika ditanya “ada apa denganmu?” dia malah balik bertanya “eh? Memangnya aku kenapa?”. Wajahnya terlihat pucat, kakinya gemetar, keringat mengucur deras dari wajahnya, tapi… dia tersenyum lebar. Lebih tepatnya berusaha tersenyum agar dia tak perlu menjawab pertanyaan yang tak bisa ia jawab.
“aku sedang lapar, kau mau menemaniku kan? Di sana.” Pandangan matanya tertuju pada sebuah warung makan sederhana di seberang jalan.
“Ah anu, aku baru saja selesai makan di sana. Maaf ya.” Jawabnya. Dia berusaha menolak tapi gaya tarik eksternal yang mengenainya lebih kuat dari gaya dorong hatinya sehingga resultan gaya yang ia peroleh mengarah pada warung makan sederhana itu.
Dia baru saja ingin mengambil segelas air putih untuk membasahi tenggorokannya yang kering kerontang ketika seorang laki-laki menepuk bahunya. “Hai, kalian Cuma berdua?” dia pun mengangguk. “Kalau begitu duduk saja di sini, makanlah semeja dengan kami.”
Wajahnya kembali memucat, kepalanya menunjukkan sedikit gerakan menggeleng, dan tanpa permisi dia langsung pergi mencari tempat duduk yang lain.
“Kamu kenapa lagi?” pertanyaan itu muncul kembali.
“Sepertinya aku kurang enak badan,” jawabnya lemah.
“Baiklah kalau begitu cepat habiskan makananmu lalu kita pulang ke rumah.” Dia pun mengangguk lemah.
Lima menit, sepuluh menit, lima belas menit…
“Kamu tunggu apa lagi? Ayo kita pulang.”
“Aku tidak mengerti bagaimana caranya pulang ke rumah” keningnya berkerut. Merasa konyol dengan kalimat yang baru saja keluar dari mulutnya. Setelah sepuluh menit berlalu, dia memutuskan untuk pulang. Tapi lagi-lagi wajahnya memucat. Dengan ragu dia berjalan menuju pintu keluar. Tiba-tiba membran timpaninya menerima sebuah gelombang suara dan otaknya secara otomatis menerjemahkan.
“Kalian mau pulang? Hati-hati ya…”
Dia pun tersenyum, wajahnya berseri-seri. Tidak salah lagi, Oksitosin!

-THE-END!-

No comments:

Post a Comment