Tahun 2020 ini merupakan tahun yang
penuh ujian bagi seluruh umat manusia di dunia, tak terkecuali di Indonesia.
Banyak kejadian tak terduga mulai dari banjir di beberapa daerah, mewabahnya
COVID-19, erupsi Gunung Merapi, erupsi Gunung Anak Krakatau, sampai dentuman
yang belum diketahui penyebabnya. Dari sekian banyak kejadian, mewabahnya COVID-19
adalah yang paling banyak menyita perhatian masyarakat. Corona Virus Disease
2019 atau lebih dikenal dengan COVID-19 pertama kali ditemukan pada Desember
2019 di Wuhan, Cina. Penyakit ini disebabkan karena adanya infeksi Virus
Corona Baru (SARS-CoV-2) atau pada awalnya sering disebut sebagai nCoV-19.
Saat ini, COVID-19 telah menyebar di ratusan negara di dunia dengan total kasus
positifnya mencapai 1 juta lebih.
Sudah satu bulan lebih sejak kasus
positif COVID-19 pertama terdeteksi di Indonesia, setiap hari kasus ini semakin
menyebar di 34 provinsi. Penyebaran penyakit ini begitu cepat. Tercatat per
tanggal 13 April 2020, jumlah kasus positif COVID-19 di Indonesia mencapai 4.557 orang dengan 399 orang meninggal serta 380 orang sembuh.
Gejala dan Penyebaran COVID-19
Dikutip dari berbagai sumber, pada
awal infeksi, penyakit ini memiliki banyak gejala seperti flu, demam
(suhu tubuh di atas 38oC), pilek, batuk kering, sakit tenggorokan, dan sakit kepala. Kemudian, gejala dapat
semakin berat seperti demam tinggi, batuk berdahak bahkan berdarah, sesak napas,
dan nyeri dada. Gejala-gejala tersebut muncul ketika tubuh bereaksi melawan SARS-CoV-2. Menurut
WHO, beberapa orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala apa pun dan
sekitar 80% penderita dapat pulih sendiri tanpa perawatan apapun. Sekitar 1 dari
6 orang mengalami sakit parah dan mengalami kesulitan napas. Orang yang lebih
tua, dan mereka yang memiliki riwayat penyakit seperti tekanan darah tinggi,
masalah jantung atau diabetes, memiliki efek yang lebih fatal dibanding usia
muda.
Pada awal penemuannya, diduga Virus
Corona Baru awalnya ditularkan dari
hewan (Kelelawar) ke manusia. Namun, saat ini telah diketahui bahwa SARS-CoV-2 juga dapat menular
dari manusia ke manusia. Saat
ini, WHO masih mengembangkan penelitian mengenai cara penyebaran COVID-19. Beberapa cara penularan yang telah
diketahui adalah sebagai berikut:
· Melalui tetesan kecil (droplet)
dari hidung atau mulut yang menyebar ketika penderita COVID-19 batuk atau buang
napas.
· Menyentuh benda atau permukaan yang
terkena tetesan dari hidung atau mulut penderita COVID-19.
· Menyentuh mata, hidung, atau mulut setelah
menyentuh benda tersebut .
· Menghirup tetesan dari penderita
COVID-19 yang batuk atau mengeluarkan tetesan. Inilah sebabnya mengapa penting
untuk menjaga jarak lebih dari 1 meter (3 kaki) dari orang lain, tidak hanya
penderita COVID-19 yang sudah terdeteksi saja, mengingat terkadang ada penderita COVID-19 tidak
menunjukkan suatu gejala.
Cara utama penyebaran penyakit ini
adalah melalui tetesan pernapasan yang dikeluarkan oleh seseorang yang batuk. Menurut
WHO, risiko terkena COVID-19 dari seseorang tanpa gejala dapat dikatakan rendah.
Meskipun begitu, dianjurkan pada penderita yang merasa tidak mengalami gejala
untuk tetap isolasi diri karena ada kemungkinan hari-hari selanjutnya penyakit
bertambah parah dan dapat menyebarkan penyakit tersebut pada orang lain.
Sementara itu, risiko tertular
COVID-19 dari kotoran orang yang terinfeksi juga dapat dikatakan rendah. Penyelidikan
awal menunjukkan virus mungkin ada dalam tinja pada beberapa kasus, namun penyebaran
melalui rute ini bukan merupakan jalur utama penyebaran wabah.
Penelitian yang dilakukan WHO saat
ini adalah untuk memahami dampak infeksi COVID-19 pada wanita hamil. Dengan
data terbatas yang telah diperoleh oleh WHO, dapat dikatakan saat ini belum ada
bukti bahwa wanita hamil berisiko lebih tinggi sakit parah daripada populasi
umum. Namun, karena perubahan dalam tubuh dan sistem kekebalan tubuh, kita tahu
bahwa wanita hamil dapat sangat terpengaruh oleh beberapa infeksi pernapasan.
Karena itu penting bahwa mereka mengambil tindakan pencegahan untuk melindungi
diri terhadap COVID-19, dan melaporkan kemungkinan gejala (termasuk demam,
batuk atau kesulitan bernapas) ke penyedia layanan Kesehatan.
Diagnosis COVID-19
Untuk melakukan diagnosis COVID-19, dokter terlebih
dahulu menanyakan gejala yang dialami pasien dan apakah pasien bepergian atau
tinggal di daerah yang memiliki kasus infeksi SARS-CoV-2 sebelum gejala muncul.
Terdapat 3 jenis tes diagnosis COVID-19, yaitu:
1. Rapid test
2. Swab test (Metode PCR)
3. Rontgen dada untuk mendeteksi infiltrat atau cairan di paru-paru
1. Rapid test
2. Swab test (Metode PCR)
3. Rontgen dada untuk mendeteksi infiltrat atau cairan di paru-paru
Dari ketiga metode tersebut, Rapid test dan Swab
test adalah metode yang paling sering digunakan. Rapid test
digunakan untuk screening awal karena metodenya sederhana dan lebih cepat
dilakukan. Namun, metode ini tingkat kesalahannya cukup tinggi. Karena yang dites
adalah antibodinya, sementara antibodi tidak terbentuk langsung saat tubuh
terinfeksi, jadi tingkat kesalahan cukup tinggi akan ada pada rapid test
penderita yang masih pada tahap awal infeksi. Bagi orang yang terdeteksi
positif, maka akan dilanjutkan ke Swab test yang lebih akurat dalam
mendeteksi. Jika hasilnya negatif, biasanya orang tersebut dianjurkan untuk
isolasi mandiri, akan lebih baik jika beberapa hari kemudian melakukan Rapid
test lagi.
Sementara itu, Swab test
dilakukan dengan mengambil asam nukleat pada cairan dari hidung atau
tenggorokan seseorang. Asam nukleat yang telah diperoleh kemudian direplikasi secara
invitro enzimatis dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Asam
nukleat tersebut akan dibandingkan dengan asam nukleat dari SARS-CoV-2, jika
susunan asam nukleatnya sama maka hasilnya dapat dikatakan positif. Karena
susunan asam nukleat itu spesifik, jadi kemungkinan salahnya akan jauh lebih
kecil dibandingkan dengan Rapid test. Berikut ini tabel perbedaan antara
Swab test dengan Rapid test.
Swab Test
|
Rapid Test
|
|
Kegunaan
|
Tes diagnostik
|
Tes antibodi
|
Berapa lama hasil diketahui?
|
Hitungan hari
|
Hitungan detik
|
Apa yang diperlukan?
|
Hasil swab cairan dari hidung atau tenggorokan
|
Sampel darah
|
Apa selanjutnya?
|
Laboratorium menjalankan Polymerase Chain Reaction (PCR)
|
Sampel cairan dimasukkan ke perangkat tes
|
Bagaimana cara kerjanya?
|
Mencari materi genetika virus
|
Mendeteksi antibodi yang diciptakan tubuh untuk melawan virus
|
Apa makna hasil positif?
|
Pasien sedang terjangkit virus
|
Pasien pernah terjangkit virus di masa lalu
|
Apa itu Virus Corona?
Gambar Klasifikasi Virus Corona (sumber: Researchgate.com)
Jika berbicara mengenai COVID-19,
tentu tidak akan lepas dari pembahasan mengenai Virus Corona. Yap, hal ini
karena COVID-19 disebabkan oleh infeksi Virus Corona Baru atau nama resminya
adalah SARS-CoV-2. Virus ini digolongkan dalam ranah (Realm) Riboviria, filum
Incertae sedis, ordo Nidovirales, dan famili Coronaviridae. Dalam sistem
klasifikasi 6 kingdom, virus merupakan kingdom tersendiri.
Virus sendiri merupakan
mikroorganisme patogen yang terdiri dari material genetika (DNA atau RNA) dalam
selubung protein (Kapsid). Berbeda dari organisme lain, virus tidak dapat
berkembang biak sendiri, atau dengan kata lain membutuhkan inang untuk
berkembang biak. Beberapa virus memiliki selubung luar terbuat dari lipid yang
biasa disebut envelope (amplop), dan SARS-CoV-2 merupakan salah satu
contohnya.
Virus Corona terbagi menjadi 4
genus, yaitu Alfa, Beta, Gamma, dan Delta. Masing-masing genus memiliki inangnya
sendiri-sendiri. Menurut banyak sumber, terdapat 7 jenis Virus Corona yang
dapat menginfeksi manusia. Semuanya masuk dalam genus Alphacoronavirus
dan Betacoronavirus. Berikut ini adalah nama-nama Virus Corona yang
dapat menginfeksi manusia:
1.
HCoV-229E (Alphacoronavirus)
2.
HCoV-NL63 (Alphacoronavirus)
3.
HCoV-OC43 (Betacoronavirus)
4.
HCoV-HKU1 (Betacoronavirus)
5.
SARS-CoV (Betacoronavirus)
6.
MERS-CoV (Betacoronavirus)
7.
SARS-CoV-2 (Betacoronavirus)
Dari ketujuh jenis Virus Corona yang dapat
menginfeksi manusia di atas, MERS-CoV, SARS-CoV, dan SARS-CoV-2 adalah yang
paling banyak diperbincangkan. Hal ini karena virus-virus tersebut memiliki
tingkat kematian yang lebih tinggi dibanding 4 virus lainnya. Dan di antara
ketiganya, MERS-CoV adalah jenis Virus Corona dengan tingkat kematian paling
tinggi yaitu mencapai 37%, sedangkan SARS-CoV
mencapai 10%, dan SARS-CoV-2 sampai dengan pertengahan April ini mencapai kurang
lebih 6%. Dibandingkan dengan dua virus yang telah ditemukan sebelumnya,
SARS-CoV-2 menyebar jauh lebih cepat.
Sampai dengan saat ini, vaksin untuk SARS-CoV-2 masih
dalam proses penelitian. Hal ini membuat penyebaran virus SARS-CoV-2 menjadi semakin
cepat. Pihak-pihak yang terkait telah banyak melakukan upaya untuk mengatasi pandemi
ini. Pandemi ini telah mempengaruhi banyak sektor kehidupan. Banyak tangis air
mata terlibat di dalamnya. Sebagai warga yang baik, yang bisa dilakukan adalah
mulai meningkatkan kebiasaan hidup sehat dan bersih, mengurangi atau bahkan menghentikan
aktivitas di luar rumah, menjaga jarak dengan orang lain, dan jangan lupa
perbanyak do’a, karena usaha tanpa do’a juga merupakan hal yang sia-sia.
REFERENSI
No comments:
Post a Comment