Thursday, September 15, 2011

BLUE BEARD

A Long time ago, there lived a man who was very rich. He owned a vast tracts of land, and lived in a splendid castle. But this man had the misfortune to be very ill-looking, and had a beard which from its colour, caused him to be called Blue Beard.
Not far from this castle lived a lady who who had two pretty daughters. Blue Beard wanted to marry one of them. But, both of girls refused him, because there were stories afloat that although he had already been married more than once, no body could tell what had become of his wives.
Blue Beard thinking, to overcome the objection of the sisters. Blue Beard managed so well. Before the end of the week, Fatima the youngest sisters, outgrew her dislike for him and became his wife.
A month later, Blue Beard left Fatima for a few weeks. He told Fatima many rules in this castle. Blue Beard allowed Fatima to do anything that she wanted. But, Blue Beard didn’t allow Fatima to open a Blue Closet.
Fatima promised not to forget. As soon as Blue Beard was gone. Fatima invited her brothers and sister to come to this castle. During the day, Fatima was so busy that she never once thought of the Blue Closet. But when all the guest were gone, she felt a great desire to know what is contained.
She took out the key, and opened the door. She walked into the closet a few steps, and there saw a horrible sight. She was in the midst of blood and hanging around the walls were the bodies of the former wives of Blue Beard whom he had slain.
Fatima trembled and the key fell on the floor. The key stained with the blood. She tried to wipe it offbut the blood wouldn’t come out.
The next day, Blue Beard suddenly came home. He asked Fatima for his keys, and she gave them to him all except the one to the Blue Closet. He looked them over and then asked Fatima where the key of Blue Closet.
Poor Fatima went to get the key. Before going back with it she tried once more to wash of the blood-stains. But Blue Beard same to her room because he tired of waitig for her. “How came this blood to be here?” asked Blue Beard in a voice like thunder. Then Fatima turning very pale. “I know full well. You’ve been in the Blue Closet. And since you’re so fond of prying into secret, you shall take up your abode with the ladies you saw there!”
Almost dead with terror, Fatima begged that he would at least allow her a short time to pray. Blue Beard gave her half an hour and then he left the room.
As soon as he left her, Fatima ran to her sister and asked for help. Her sister would help Fatima if their brother help them too. They waited ad waited for their brothers. But their brothers haven’t come yet.
Blue Beard now cried out so loudly that his voice shock the whole house. His poor wife came down and knelt at his feet, Blue Beard seized by the hair and was just about to cut off her head. Foot-steps were heard coming, and in a few moments Fatima’s two brothers rushed in with drawn, sword, and when they saw what Blue Beard was about, put and end to him.
Fatima thought that she was dead too. But she soon recovered her senses, and then she could scarcely believe that she was save.
As Blue Beard had no relations, all of his riches went to Fatima. She gave each of her brothers money enough to enable him to live in comfort, and to her sister, who was marry shortly afterward, she gave a large dowry. She herself became in due time, the wife of a young nobleman whose kind treatment soon made her forget Blue Beard’s cruelty.  

Friday, June 17, 2011

A CASEERELLA STORY (PART 1)

Pagi ini nampaknya matahari muncul lebih awal dari biasanya. Seolah ingin menunjukkan ada kebahagiaan dengan pancaran sinarnya yang terang. Begitu pula dengan suasana kota Savera yang tentram dan damai. Hari ini Anderson berangkat lebih awal dari biasanya. Dengan menyetir mobil Ferrarinya, Anderson berangkat ke Astamevia High School tepat pukul 06.00. dengan kecepatan super, jarak 15 km dapat ditempuhnya hanya dalam tempo 10 menit.
                “Pagi Elina, Sam, dan kau…?” sapa Anderson dengan menunjuk seorang siswi yang duduk di pojok depan.
                “Noel, iya, Noel namanya.” Teriak salah satu siswa yang disambut dengan tawa seluruh siswa.
                “No… Aku bukan Noel. Uhm, memang benar namaku Cassandra Selenoel. Tapi teman-temanku memanggilku Casseel.”
                “Wow… Kau baru di sini?” Tanya Anderson pada Casseel.
                “Ya. Dan aku merasa tak diterima oleh semua siswa di sekolah ini.” Jawab Casseel.
                “Mungkin hanya perasaanmu saja.”
***
                “Apa menurutmu Mrs. Aleciandra membosankan, Case?” Tanya Anderson pada Casseel.
                “Casseel.” Kata Casseel membenarkan.
                “Oh, ya. Casseel.”
                “Tidak. Menurutku Mrs. Aleciandra sangat menarik.”
                “Apa yang menarik darinya?”
                “Cara mengajarnya. Kurasa dia adalah guru paling ramah. Sepanjang hari ini.”
                “Hei, kau salah. Kurasa Mr. Potato dan Mr. Tomato jelas lebih menarik.”
                “Well, terserah apa katamu. Aku malas berdebat denganmu.”
                Mimpi apa aku semalam? Gerutu Casseel. Casseel merasa sikap Anderson sangat menyebalkan. Maksudnya, mungkin jika Casseel adalah siswa lama di Astamevia hal itu merupakan hal yang biasa. Tapi Casseel baru sehari berada di sekolah itu. Menurutnya, Anderson sok akrab dan aneh.
                Sepertinya pendapat Casseel bertolak belakang dengan Anderson. Anderson merasa Casseel adalah gadis yang cantik, baik, dan sopan di Astamevia. Bahkan melebihi Valleri yang notabene adalah mantan kekasihnya.
                “Halo, iya benar. Ohh, sebentar ya.” Mrs. Auguste mengangkat telepon dan berbicara dengan anggunnya. “Casseel… ada telepon dari Emmanuel.”
                “Iya ma.” Jawab Casseel. “Halo. Hei kau. Bagaimana kabarmu ?”
                “Lumayan. Casseel, aku butuh bantuanmu. Bisa kia bertemu sekarang?” pinta Emmanuel.
                “OK, baiklah. Di mana kita bisa bertemu?”
                “Rose Resto. Menurutmu?”
                “Keren. Aku sangat suka makanan di sana.”
                “Kutunggu.”
                Casseel merasa bingung. Ada apa dengan Emmanuel. Jarang sekali dia membuat janji sangat mendadak. Karena Emmanuel adalah teman baiknya, Casseel tak tega menolak permintaan Emmanuel. Mereka pun bertemu di Rose Resto sesuai dengan perjanjian.
                “Ya Tuhan, kau? Emmi?” kata Casseel dengan ekspresi takjub.
                “Hei berhenti memanggilku Emmi. Aku pria berusia 17 tahun. Bukan lagi anak berusia 7 tahun.” Protes Emmanuel.
                “Uhm… maaf kawan. Kupikir ada yang berbeda dari penampilanmu.”
                “Yaa… semakin menawan bukan? Kau harus tau. Banyak orang yang berkata seperti itu. Oh iya, kurasa kau juga cantik hari ini.”
                “Oke langsung ke persoalan saja. Mengapa kau memintaku datang kemari?”
                “Kau mau ikut denganku? Ke Messiu City?” Tanya Emmanuel.
                “Apa? Jauh sekali. Untuk apa kau ke sana?”
                “Belajar. Bersekolah. Ayolah Casseel…”
                “Apa kau tak tau? Aku baru saja pindah dari Golden. Aku baru satu hari di Astamevia.”
                “Apa? Jadi kau sudah pindah? Kenapa kau pindah?”
                “Entahlah. Ayahku yang menyuruh aku pindah. Kau sendiri?”
                “Hey lady… Messiu City !!! kau lupa? Baiklah aku rasa kita tak bisa sering bertemu lagi.”
                “Hey, no problem Em. Kita kan bisa berkirim email, chatting, dan bertelepon. Lagipula bukankah sejak lulus dari Alatas kita sudah beda sekolah. Kau telah terbiasa meneleponku setiap 2 minggu sekali.”
                “Aku akan sangat merindukanmu Casseel.”
                “Aku juga. Kita telah bersahabat selama 11 tahun. Kau sangat berarti buatku.” Tak sengaja setetes air keluar dari mata Cassel. Melihat sahabatnya menangis, Emmanuel merasa semakin sedih dan dengan lembut ia menghapus air mata Casseel serta memeluknya dengan erat. Semua orang yang melihat mereka berdua pasti mengira mereka adalah sepasang kekasih. Padahal mereka adalah sepasang sahabat yang selama 11 tahun bersama-sama.
                Casseel dan Emmanuel saling mengenal sejak mereka duduk di bangku Kindergarten. Setelah mereka lulus dari bangku Kindergarten, mereka memasuki Elementary School dan Junior High School yang sama. Namun setelah lulus dari JHS, Casseel melanjutkan pendidikannya di Golden High School, sedangkan Emmanuel melanjutkan pendidikannya di Silvester High School. Casseel sangat peduli pada Emmanuel, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu Casseel tak kuasa menahan air matanya saat mengetahui kawannya akan pindah ke Messiu City yang jaraknya berpuluh-puluh mil dari Savera.
***
                “Hai Casseel… Bagaimana keadaanmu?” Tanya Anderson.
                “Apa aku terlihat sakit?” Jawab Casseel dengan nada sinis.
                “Emm… Tidak juga. Baiklah kalau begitu. Senang melihatmu.”
                Sepertinya hari Selasa ini tak jauh berbeda dengan hari Senin kemarin. Casseel mendapat sapaan yang menurutnya cukup unik. Dia memang tak begitu nyaman dengan sikap Anderson yang sok kenal. Mengetahui hal tersebut, Samantha yang merupakan penggemar berat Anderson mencoba menegur Casseel atas sikapnya pada Anderson.
                “Casseel…” Panggil Sam.
                Tetapi Casseel yang dipanggil sama skali tak mendengar ada suara apapun.
                “Casseeeeeelll !!!” Sam mencoba memanggil dengan suara lantang.
                “Wow… iya… siapa yang memanggilku?”
                “Samantha.”
                “Samantha? My cousin? Apa kau putri uncle Joe?”
                “Siapa kau? Memanggil ayahku dengan sebutan uncle?”
                “Aku seupupumu Sam. Apa kau lupa?”
                “Casseel? Tungu. Namamu Cassandra?”
                “Iya. Dan kau memanggilku Cassava. Ingat?”
                “Ya Tuhan… Sudah lama kau tak berkunjung. Karena itulah aku tak mengenalimu.”
                “Tak apa Sam. Oh iya, apa yang ingin kau sampaikan tadi?”
                “Emm… Ah… Aku lupa dik Cassa.”
                “Hahaha. Kau ini aneh Sam.”
                Lagi-lagi Casseel menganggap Samantha bertingkah aneh. Sepertinya Casseel akan menganggap semua orang aneh di matanya. Entah apa yang ada di pikiran gadis cantik berambut hitam itu, sehingga semua orang yang mengajaknya berbicara menurutnya adalah orang aneh. Padahal yang pantas dijuluki aneh adalah dirinya sendiri yang telah menganggap semua orang aneh.
***

I LOVE INDONESIA (PART 2)

Seminggu kemudian, entah siapa yang memulai dan entah apa penyebabnya, terjadi keributan antara Aline dan Elina. Elina masih tetap kasar seperti dulu. Tetapi kali ini dia sudah menunjukkan bahwa ada peningkatan di dalam dirinya. Biasanya, dalam seminggu, di bisa berbuat onar lebih dari lima kali. Tetapi kali ini berbeda, dalam seminggu dia baru berbuat onar sekali saja.
            ” Okay Miss known all. I don’t know why you always make up story. Aku bahkan merasa tidak punya dosa ataupun salah padamu. Why ?” Tanya Elina dengan nada tinggi.
            “ Gue nggak suka loe ngegantiin posisi gue sebagai orang terpopuler di sekolah ini. Dan loe, loe nggak usah ngomong pake bahasa bule loe itu deh. Semua orang juga tau, kalo loe dari Singapura.” Jawab Aline juga dengan nada tinggi.
            “ Listen to me, Aline. Tanya sama semua siswa di sekolah ini. Apa mereka merasa bahwa Elina Woods adalah trendsenter populer di sekolah ini yang telah menggantikan posisi Aline Septiana?”
            ” Maksud loe ?”
            ” Maksudku, aku tidak merasa telah menggantikan kepopuleran kamu di sekolah ini. Dan menurutku, teman-temanmu juga merasa begitu. Sudahlah, jangan membuat emosiku semakin meledak-ledak.”
            ”Bullshit loe !!”
            ” Apa ?? Jaga ya bicaramu !” bentak Elina sambil mendaratkan tangannya di pipi kanan Aline.
            Emosi Elina kini semakin meledak-ledak. Bahkan Elina juga telah berhasil mendaratkan tangannya di pipi kanan Aline sampai-sampai Aline jatuh di depan semua siswa. Melihat keramaian di lorong sekolah, guru-guru datang menghampiri keramaian tersebut. Para guru yang mengetahui hal tersebut langsung menyuruh semuanya bubar kecuali Aline dan Elina. Aline dan Elina mendapat bimbingan konseling dari guru BK, dan masing-masing mendapat hukuman membuat artikel tentang ilmu sosial sebanyak 10 artikel.
Disaat Aline dan Elina sedang mengerjakan tugasnya di perpustakaan, Bella dan Gandhi sedang mengobrol di ruang kelas X-3. Gadhi secara terang-terangan mengaku pada Bella kalau ia menyukai Elina. Gandhi bahkan meminta Bella agar mau menjadi mak comblang untuk dirinya dan Elina. Karena Bella memang teman yang baik, ia pun berjanji akan berusaha membantu Gandhi semampunya.
”Bel, temen baru loe yang namanya Elina itu baik nggak sih?” tanya Gandhi penasaran.
”Emm, Elina?” Bella bertanya balik. Gandhi pun menjawabnya dengan mengangguk pelan. ”Baik sih. Cuman dia kadang gampang banget naik darah. Gue juga bingung. Sebentar-sebentar baiiik banget, tapi sebentar-sebentar juga galaknya minta ampyun.” lanjutnya.
”Loe mau nggak bantuin gue ?” tanya Gandhi.
”Bantuin.... tunggu !! biar gue tebak. Loe mau gue jadi mak comblang loe sama dia kan ?” kata Bella.
”Hehe, udah ketebak ya..” jawab Gandhi malu-malu.
”Yaudah, gue bantuin deh. Sekarang gue mau ke perpus nyusulin dia. Loe mau ikut nggak?”ajak Bella.
”Nggak usah deh. Jangan lupa yaa bantuin gue.”
”Iya iya.”
Sekarang Elina telah menyelesaikan hukumannya membuat 10 artikel ilmu sosial. Karena telalu semangat mengumpulkan tugas tersebut, Elina pun berlari menuju ke Ruang BK. Di tengah jalan ia melihat Bella yang sedang menuju ke perpustakaan. Pandangannya kini terfokus pada sosok Bella seorang. Ia berusaha memanggil-manggil Bella agar Bella tau dia sudah tidak ada di dalam perpustakaan lagi. Karena Elina hanya terfokus pada sosok Bella, ia jadi tidak memperhatikan jalan yang ia lalui. Tiba-tiba, BRAKK !!
”Aww... I’m so sorry boy. Aku tak sengaja buat melukai kamu.” kata Elina dengan wajah panik.
”Hahaha, loe nggak ambil kursus bahasa Indonesia ya? Bahasa loe ancur banget tau.” Jawab laki-laki itu. Laki-laki itu terkekeh mendengar ucapan Elina. Laki-laki itu adalah Galih, siswa kelas X-3.
”Kursus? Indonesian? OMG. I don’t like it.”
”Suka nggak suka loe kan harus bisa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.”
”Kan ada waktu. Aku bisa belajar sendiri.” Jawab Elina. Lagi-lagi Galih terkekeh mendengar ucapan Elina.
”Yaudah deh. Terserah loe. Kalo loe butuh bantuan tinggal ngomong aja ke gue.”
”Really?”
”Tampang gue keliatan mirip penipu ya?”
” Eng-gak kok. Thanks ...” Jawab Elina sambil mengernyitkan dahi.
”Galih, nama gue Galih. Dan loe pasti Elina.”
”Yeah. Sudah dulu ya. Ini mau ngumpulin tugas.”
”Okee”
Setibanya di kelas, Bella langsung menghampiri Elina dan bertanya banyak hal pada Elina.
”Hey El. Gimana hukumanmu tadi? Aline masih marah padamu?” tanya Bella basa-basi.
”Ahh... Please, don’t ask me anything bout her.” jawab Elina.
”Ohh, OK. Ngomong-ngomong kamu udah punya pacar nggak sih?” Bella mulai masuk ke inti pembicaraan.
”Pacar?” Elina mengernyitkan dahi. ”Same with boyfriend?” lanjutnya.
”Ya, tepat sekali !! Anda berhak mendapat nilai 100.” canda Bella.
”Hahaha, you’re funny Bella. Eng-gak, aku tidak punya. Memang kenapa?” Jawab Elina. Ia terperangkap oleh joke Bella.
”Emm, ada cowok kelas X-3 yang nasir kamu. Inisialnya G.”
”Oh ya? Kok tau?”
”Dia sendiri yang ngomong. Kamu mau nggak kenalan sama dia? Atau kamu udah kenal?”
”Sepertinya aku sudah mengenalnya.”
”Wow, beruntung banget dia. Terus respon kamu gimana?”
”I dunno. Let it flow aja.”
 Elina sangat senang mendengar kabar dari Bella tadi. Ia pikir yang dimaksud Bella adalah Galih karena Galih memang berasal dari kelas X-3 dan yang paling membuat Elina yakin adalah inisialnya G. Ia tak tau bahwa yang dimaksud Bella ialah Gandhi dari kelas X-3. Sekilas terdengar sama, namun tak serupa. Rupanya, pertemuan singkat tadi pagi telah membuat Elina jatuh hati pada cowok tampan berbadan ideal ini.
Sorenya, saat Elina sedang bersantai di halaman belakang rumahnya tiba-tiba ponsel Elina berbunyi, pesan dari Bella.
Mr. G is waiting for you.
Temui dia di taman belakang sekolah, goodluck hunny.
Setelah membaca pesan dari Bella, Elina bergegas pergi menuju taman belakang sekolah. Di tengah jalan, Elina bertemu dengan Aline dan teman-temannya satu geng yang sedang kebut-kebutan. Ternyata bukan hanya Elina yang melihat Aline, tapi Aline juga menyadari akan keberadaan Elina. Aline segera melajukan motornya mendekati mobil Elina. Namun malangnya, saat berusaha mendekati Elina, tiba-tiba dari arah lain muncul kendaraan dan terjadilah kecelakaan itu.
Tanpa diperintahkan oleh siapapun Elina menghentikan laju mobilnya dan memarkirkan mobilnya di pinggir jalan. Segera ia menyuruh orang untuk membawa Aline masuk ke dalam mobilnya.
Sekarang Elina telah sampai di RS. Elisabet, Aline juga telah mendapatkan perawatan di ruang UGD. Elina menunggu Aline di luar ruang UGD. Saat menunggu Aline, tiba-tiba ia teringat akan janjinya bersama Mr. G. Ia pun bergegas menuju mobilnya untuk megambil ponselnya dan mengabarkan pada Bella kalau dia tidak bisa datang.
Di tengah jalan, tak sengaja ia bertemu Galih. Ia heran, bukankah Galih sedang menunggunya di taman? Kenapa ia bisa ada di sini? Sederet pertanyaan muncul di benaknya. Karena ia mengira sudah bertemu Mr. G., ia pun memutuskan untuk tidak megabari Bella dan berlari mendekati Galih.
”Hey, Galih.” sapa Elina.
”Oh, hey juga. Loe ngapain di sini?” tanya Galih.
”Emm, itu aku baru selesai tolongin Aline. Dia kecelakaan.”
”Oh, kok bisa? Maksud gue bukannya kalian musuhan?”
”Meskipun dia musuhku, aku eng-gak akan tega meninggalkannya saat kondisinya sedang berlumuran darah.”
”Uhmm, kamu baik juga ya.”
”Yea, dari dulu.”
Sekarang Elina telah pulang kembali ke rumahnya. Ia sangat lelah. Berjam-jam ia menunggu  Aline sampai keluarganya datang. Dan sekarang waktu telah menunjukan tepat pukul 22.00 malam. Waktu yang tepat untuk memejamkan mata dan beristirahat setelah seharian beraktifitas.
***
”Gimana dhi? Sukses kan?” tanya Bella penasaran.
”Sukses dari Hongkong. Dia aja nggak dateng.” jawab Gandhi. Terlihat sekali raut putus asa di wajahnya.
”Kok bisa?”
”Mana gue tau. Yang jelas dia nggak dateng.”
Saat Bella dan Gandhi sedang asyik mengobrol, tiba-tiba Elina datang dan ikut bergabung dengan mereka berdua.
”Hey, sedang apa kamu?” tanya Elina.
”Oh, kita lagi ngobrol nih. Oh iya, kenalin ini Gandhi anak X-3.” jawab Bella. Gandhi hanya tersenyum tipis pada Elina. Elina tercekat mendengar ucapan Bella. Ia tak bisa berkata apa-apa. Yang terlihat kini hanya wajahnya yang makin pucat.
”El, kamu nggak kenapa-kenapa kan?” tanya Bella. Namun tetap tak ada respon dari Elina. Pandangan Elina kini benar-benar kosong.
Tak lama kemudian Elina berlari keluar kelas. Elina berlari sekuat tenaga menuju ke perpustakaan, tempat favoritnya. Elina berlari sampai nafasnya tak berirama lagi dan jantungnya pun berdegub dengan kencang. Tanpa disadari matanya tertuju pada Galih yang sekarang hanya berjarak kurang dari dua meter darinya. Meskipun begitu, Elina masih tetap melangkahkan kakinya sampai hilang jarak di antara ia dan Galih.
Kini Elina telah ada pada pelukan Galih. Pelukan ini terasa hangat sekali di hati Elina. Andai saja Mr. G adalah Galih, bukan Gandhi, batin Elina dalam hati. Ternyata Elina telah mengetahui bahwa Mr. G yang sebenarnya ialah Gandhi, bukan Galih yang sekarang memeluknya erat. Rasa penyesalan dan kecewa bercampur di dalam benaknya. Galih yang sejak tadi meperhatikan Elina pun merasa bingung, apa yang sedang terjadi pada gadis yang tengah berada di pelukannya saat ini. Masalahnya wajah Elina terlihat sangat pucat dan pandangannya pun kosong. Ia pun membawa Elina ke ruang UKS dan menenangkannya.
Setibanya di ruang UKS, Galih segera membaringkan Elina ke tempat tidur. Ia menuangkan minuman ke dalam gelas yang ada di meja UKS dan memberikannya kepada Elina. Setelah keadaan Elina berangsur membaik, Galih pun mencoba memulai pembicaraan.
”Loe kenapa?” tanya Galih. Namun tak ada respon dari Elina. ”Kalo loe sakit, mending gue anter loe pulang aja.” Galih melanjutkan kata-katanya.
”Do you love me?” tanya Elina. Pertanyaan Elina seketika membuat Galih tak bisa berkata apa-apa. Elina pun mengulang lagi pertanyaannya. ”I’m sure you can hear my voice. Please answer my question.” kata Elina.
”Shhh” Galih mendesah. ”Gue nggak tau. Yang jelas gue nyaman banget kalo deket sama loe. Kayanya gue... suka sama loe.” ucapnya. Ucapan Galih baru saja telah melukiskan senyum kecil di bibir Elina. Baru saja Elina ingin menjawab ucapan Galih, namun Bella dan Gandhi datang dan masuk ke ruang UKS.
”Kamu nggak papa kan El ?” tanya Bella. Rupanya ia sangat khawatir dengan keadaan Elina.
”Bel, tolong kamu cerita ke aku siapa Mr G sesungguhnya.” pinta Elina. Bella pun segera melirik Gandhi yang sedang berdiri di sampingnya. Gandhi mengangguk mengijinkan Bella bercerita panjang lebar.
”Gandhi El. Dia yang naksir kamu. Kenapa? Bukannya kamu udah tau.” jawab Bella.
”I’m sorry. Aku kira Mr. G. itu...” ucap Elina sambil melirik Galih. ”Galih Bel. Maaf aku eng-gak tau. ”
 ”Aku sebenernya udah curiga El. Ternyata benar.” Ucap Gandhi. Ia terlihat sangat kecewa.
”Maaf banget. Trust me, aku benar-benar eng-gak tau.” jawab Elina.
”Iya, bukan masalah bagiku. Kamu memang lebih pantas bersama Galih.” Ucap Gandhi.
”Oh, harusnya gue yang minta maaf sama kalian. Gara-gara ada gue, Pedekate loe jadi kacau.” tambah Galih. Gandhi pun tersenyum kecil mendengar ucapan Galih. Senyum itu benar-benar senyum yang dipaksakan.
”Loe bener-bener suka sama Elina kan?” tanya Gandhi. Galih menjawabnya dengan anggukan pelan. ”Yaudah, sana gih tembak dia.” tambah Gandhi.
”Loe ikhlas?” tanya Galih sambil menyipitkan matanya.
”Iya Ikhlas.” Jawab Gandhi.
”Boleh gue peluk Loe El?” Tanya Galih. Namun tak ada respon dari Elina. Yang terlihat hanyalah rona merah di wajah Elina yang menandakan bahwa ia sedang tersipu malu. Tanpa menunggu jawaban Elina, Galih pun langsung memeluk Elina. Mereka Jadian !!
”Aku boleh ngomong eng-gak?” tanya Elina. Galih, Gandhi, dan Bella pun mengangguk pelan. ”I think  I LOVE INDONESIA !!” tambah Elina. Semua syok mendengar ucapan Elina. Betapa tidak, sejak pertama masuk Di SMA 13 Jakarta ia selalu berkata bahwa ia membenci orang-orang Indonesia. Tapi sekarang, ia malah mengatakan yang sebaliknya. Ia mengakui bahwa ia tidak bisa hidup tanpa orang-orang Indonesia. Apalagi sekarang ia tak mempunyai musuh. Aline yang merupakan musuh terbesarnya telah meminta maaf atas apa yang ia lakukan pada Elina. Aline merasa Elina adalah dewi penolongnya. Kalau saat itu tidak ada Elina, entah bagaimana hidup Aline sekarang. Sekarang, hidup Elina benar-benar sempurna. Sempurna ! Sempurna !! Sempurna !!!

THE END

Sunday, June 12, 2011

ELECTROLYT AND NON-ELECTROLYT SOLUTION

Purpose :
To test the electrical conductivity of a solution

Tools and Materials :

1. Well water

2. Alcohol / Ethanol

3. Orange water / Citrate acid

4. Air belimbing / Vitamin C Ascorbic acid

5. Detergen solution / Phosphate acid

6. NaCl solution

7. Sugar solution

8. Battery

9. Wire

10. Dioda LED / Small lamp

11. Small box

12. Zinc

13. Lakban

14. Scissors

15. Cutter

Steps of work :

1. Prepare those tools and materials.

2. Arrange the battery, wire, small lamp, zinc, and small box so that it can be used as electrical conduvtivity tester. (Look at the picture below !)


3. Test the solution which has been prepared by putting the end of wire into the solution.

4. Observe what will happened with the end of wire and the lamp.

5. Note your observation results, make the analysis and conclude the observation result.

Data Analysis :

1. Well water - None- lamp is Off- There’s a bubble- Weak electrolyt

2. Alcohol -C2H5OH - lamp is Off -There,s no bubble -Non electrolyt

3. Orange water- C6H8O7 - lamp is On -There’s a bubble -Strong electrolyt

4. Belimbing water -None -lamp is On -There’s a bubble -Strong electrolyt

5. Detergen -H3PO4 -lamp is Off- There’s a bubble -Weak electrolyt

6. Table salt -NaCl -lamp is On -There’s a bubble- Strong electrolyt

7. Sugar- C12H22O11-lamp is Off- There’s no bubble- Non electrolyt

Conclusion :

After we did the observation, we know that orange water, belimbing water, and table salt are strong electrolyt solution because when we put the end of wire into the solution there are many gas bubbles near the end of wire and the lamp could be on. Meanwhile, well water and detergen classified as weak electrolyt solution because when we put the end of wire into the solution, the lamp didn’t turn on, but there are many gas bubbles near the end of wire. While alcohol and sugar solution classified as non-electrolyt solution because when we put the end of wire into the solution the lamp didn’t turn on and there isn’t gas bubbles near the end of wire.