Hai, Aku kembali :3
Aku kembali dan seperti biasa, Selamat Malam :)
Setelah kurang lebih sebulan nggak posting di blog (Well, jujur nggak punya something buat dipost), akhirnya hasrat buat posting keluar malem ini. Posting terakhir materi fisika kan ya? Ummmmw, malem ini aku mau curhat aja deh. Judulnya "Curhat Ababil". Nggak banyak kok :D
Sebelumnya, karena ini masih lebaran ke-7 a.k.a masih tanggal 7 Syawal 1433 H, Aku mau ngasih ucapan dulu deh sama semuanya.
SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI
1 Syawal 1433 H
Minal Aidzin Wal Faidzin
Mohon Maaf Lahir dan Batin :)
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kehilangan seseorang yang "cukup" kamu anggap penting dan berarti itu rasanya gimana sih?
Hmmm~ Sakit ya? Nyesek? Bikin pusing? Gitu ya? :'(
Oke, jujur aku lagi ngerasain kehilangan semacam itu. Bukan kehilangan dalam artian "untuk selamanya" dan kita nggak akan pernah ketemu lagi dengan dia. Melainkan kehilangan... Semacam perhatian, kasih sayang, dan cinta *uhuk*. Kita mungkin masih bisa melihatnya, tapi kita tidak bisa menyentuhnya, padahal dulu setiap saat kita bisa menyentuhnya kapan pun kita mau. Yah, kehilangan macam itu yang aku maksud.
Sebenernya kejadiannya udah lama. Tapi nggak tau kenapa aku selalu ngerasa kejadian itu baru kemarin sore. Dulu sih di awal-awal aku pede banget nangis di depan umum. Pede banget pamerin kalo aku cewek lemah. Tapi seiring berjalannya waktu, aku mulai agak waras dan punya rasa malu. Bahkan sekedar pasang tampang masam pun aku gengsi.
Gimana sih cara menyikapi perasaan yang campur aduk macam itu?
Lebih baik terbuka, dan jujur kalo kita masih "sakit" dengan konsekuensi kita akan dianggap lemah atau menutupi perasaan sedih dengan berpura-pura bahagia?
Sebagian memilih untuk terbuka. Mereka menangis di depan umum, melamun, menunjukkan bahwa hati mereka sedang terluka (seperti yang kulakukan di awal-awal). Tetapi tidak sedikit orang yang memilih berpura-pura bahagia, tersenyum padahal hatinya terluka (seperti yang kulakukan saat ini). Mana sih yang lebih baik?
Jujur aku tidak menemukan kenyamanan pada keduanya. Menangis membuatku terlihat bodoh, benar-benar bodoh! Dan aku benci terlihat bodoh! Tetapi berpura-pura, walaupun aku terlihat cerdas dan bijak (karena bisa lekas sembuh dari luka hati), aku merasa lebih sakit. Sakit karena aku tidak bisa berbuat apa-apa selain tersenyum -senyum palsu-.
Jadi, mana yang lebih baik? Mana? Mana? Mana?
TAMAT