Matahari bersinar cerah sekali pagi ini. Secerah hatiku yang
sedang berbunga-bunga karena cinta. Hari ini Marcell, teman sekelasku sekaligus
'teman dekatku' mengajakku pergi ke sebuah tempat yang masih dirahasiakan
olehnya. Dia bilang ini kejutan. Jadi aku harus bersabar sampai waktunya tiba.
Oh iya, kenalkan namaku Sandra. Sandrawina lebih tepatnya.
Aku gadis berusia 16 tahun yang sedang duduk di kelas XI SMA. Jangan bayangkan
aku adalah gadis cantik idaman laki-laki. Karena jujur penampilanku ini biasa-biasa
saja. Tapi kebanyakan orang bilang aku manis seperti putri india. Ahh entahlah
aku juga tak tahu menahu seperti apa putri india yang mereka maksud itu. Apakah
seorang putri india juga cerewet sepertiku? Haha. Yang jelas aku memiliki
rambut pendek, kulitku berwarna kuning langsat dan tinggi badanku sekitar 163
senti. Benar-benar standar bukan.
Sambil menunggu Marcell, aku meraih novel baruku yang baru
kemarin dibelikan oleh ibu. Aku baru membaca setengahnya tapi aku sudah
merinding sekali mengetahui jalan ceritanya. Novel ini menceritakan nasib
mahasiswi bernama Tara yang berubah menjadi psikopat setelah putus dari pacar
brengseknya. Aku benar-benar kasihan pada Tara. Tapi detik kemudian aku
tersadar, aku terlalu menghayati membaca novel ini. Kenapa aku bisa jadi
sebenci ini pada Tora -pacar-Tara-. Bukankah ini tidak nyata, rutukku dalam
hati.
Tiba-tiba, aku jadi ingat Marcell. Sudah lewat pukul 16.00
tapi dia belum juga muncul. Kulirik ponsel yang ada di sampingku sejak tadi.
Ada pesan masuk.
From:
Marcell
Sayang,
maaf tiba-tiba ada rapat di sekolahan. Jadi acaranya kita tunda dulu ya. Muah
:*
Setelah membaca pesan dari Marcell, perasaan kecewa
menyelinap dalam benakku. Aku menghembuskan napas panjang. Sedih rasanya.
Tetapi mau bagaimana lagi, Marcell memang orang sibuk. Dia pengurus OSIS
angkatan ini.
Perlu diketahui, sekolahku adalah sekolah nomor satu di
kotaku. Bahkan bisa dikatakan juga sekolah nomor satu di provinsiku, provinsi
Jawa Tengah. Banyak kegiatan diadakan, mulai dari kegiatan skala kecil seperti
classmeeting, sampai kegiatan skala heboh seperti kompetisi bola basket tingkat
provinsi. Ya, Marcell dan kawan-kawannya di OSIS-lah yang mengurus itu semua.
Kadang aku merasa benci pada proyek-proyek yang diadakan oleh
OSIS. Proyek bodoh itu membuat Marcell melupakanku. Yang paling penting,
proyek-proyek itu membuat Marcell dekat dengan gadis-gadis cantik penggoda iman
laki-laki. Haha. Maksudku, entah disengaja atau tidak pengurus OSIS tahun ini
didominasi siswi-siswi cantik. Tidak ada siswi berpenampilan standar sepertiku.
Itulah yang kutakutkan. Marcell akan tergoda, dan kemudian ia berpaling dariku.
Marcell kan tampan, jadi tak sulit baginya untuk mendapatkan gadis-gadis cantik
yang ia mau.
Apalagi mengingat status hubungan kami yang belum jelas
pacaran atau tidak. Ya, Marcell memang bukan pacarku. Aku juga bukan pacar
Marcell. Tapi aku berusaha memahami dan menerima. Memahami dan menerima
keinginannya untuk tidak berpacaran dulu sementara ini. Walaupun julukan cewek
ngarep dan gunjingan buruk terus saja diarahkan padaku. Aku percaya padanya
semua akan indah pada waktunya.
***
Dua minggu kemudian...
“San, maaf ya. Lagi-lagi aku ada rapat mendadak.” kata
Marcell dengan ekspresi tak berdosanya.
“Oh.” jawabku singkat.
Mendengar jawabanku yang ketus, Marcell kemudian bertanya. “Kamu
marah?”
“Pikir saja sendiri.” Aku pun pergi ke luar kelas menggandeng
Tika sahabatku dengan perasaan dongkol.
Dalam waktu dua minggu, Marcell telah membuat janji denganku
berkali-kali. Tetapi berkali-kali pula ia membatalkan janjinya secara
tiba-tiba. Bagaimana aku tidak marah? Mungkin kalau baru pertama, kedua, ketiga
aku bisa memaklumi. Tapi kali ini entah ke enam, atau bahkan ke sepuluh kalinya
ia membatalkan janji. Oh iya, yang membuatku paling kesal adalah kedekatannya
dengan pengurus OSIS yang bernama Mega. Akhir-akhir ini Marcell jadi jarang
mengirimkan SMS padaku. Selalu saja aku yang mulai terlebih dahulu.
Menurut teman-temanku, Marcell sudah tidak menyayangiku lagi
seperti dulu. Aku menggeleng pelan, seakan tidak mau menerima kenyataan itu.
Masalahnya tadi malam dia mengatakan bahwa dia masih menyayangiku seperti dulu.
Dan aku percaya itu.
“San, masuk kelas yuk.” ajak Tika, sahabatku. Karena terlalu
asyik melamun aku jadi lupa, sejak tadi aku ada di dalam toilet dan Tika
menungguku di luar. Ahh, dia memang teman yang pengertian dan sabar.
“Jam berapa sih ini?” tanyaku sambil berjalan menuju ke
kelas.
“Jam 9 San.” jawab Tika singkat.
Setibanya di kelas, aku tidak melihat tanda-tanda keberadaan
Marcell. Pasti dispen, pikirku. Sisa hari ini pun kulewati dengan perasaan
campur aduk. Dari siang sampai sore aku menghabiskan waktuku dengan online dan
surfing di dunia maya.
Saat aku membuka akun twitterku, aku melihat percakapan
Marcell dengan Mega. Mega si cantik jelita. Wow, bahkan mereka punya panggilan
akrab. Cing dan ceng. Panggilan macam apa itu. Rasa cemburu pun menyelimutiku.
Aku benci Marcell! Kenapa dia tak pernah mengerti apa yang aku rasakan?
Berkali-kali aku telah mengatakan aku tak suka sifatnya yang terlalu genit.
Tapi apa, dia tetap acuh. Seolah aku tak pernah mengatakan hal itu.
Tiba-tiba ponselku bergetar. Ada pesan masuk. Pesan dari
Marcell rupanya.
From:
Marcell
Hai
Sandra :)
Sungguh aku benci Marcell!!! Kenapa setiap aku kesal, dia
datang tepat pada waktunya. Biasanya aku selalu luluh. Tapi entah kenapa kali
ini aku tak mau mengalah. Aku tak mau ditindas terus-terusan. Segera kubalas
pesannya dengan kata-kata yang cukup ketus.
To:
Marcell
Oh,
masih inget sama aku?
Tak lama ponselku bergetar lagi. Bukan pesan, ternyata telfon
dari Marcell. Dengan ragu aku menekan tombol berwarna hijau di ponselku.
“APA???” tanyaku ketus.
“Kamu marah?” Marcell balik bertanya.
“Iya. Denger ya cell, aku benci kamu. Lebih baik kita
bersikap seperti biasa. Seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa di antara
kita.” aku syok setelah menyadari apa yang baru saja kuucapkan. Bukan, bukan
ini maksudku. Aku merutuk dalam hati.
“Baiklah, kamu boleh pergi. Terimakasih buat semuanya. Maaf
kalau aku selalu salah di matamu.” Kata-kata Marcell benar-benar menusukku.
Baru kali ini Marcell berkata seperti itu. Selama ini dia selalu mempertahankan
hubungan kita. Seketus apapun aku, dia tidak pernah begini. Setengah tahun kami
menjalani hubungan tanpa status yang penuh cinta dan kasih. Ternyata, ini
endingnya? Benar-benar ending yang tidak kuharapkan. Air mata pun jatuh dari
pelupuk mataku. Aku tak sanggup berkata apa-apa lagi. Kumatikan ponselku. Dan
aku menangis tersedu-sedu sepanjang malam.
***
Hari demi hari berlalu. Tanpa kusadari, sudah sebulan lebih
aku tak berbicara dengan Marcell. Walaupun kami masih berkirim pesan, tapi
kalau kami bertemu kami seolah tak mengenal. Bahkan sesekali dia berkata ketus
padaku. Benar-benar ironis. Aku sadar, Marcell sudah tak ingin berurusan
denganku lagi. Tapi terkadang aku masih iseng mengirimkan pesan untuknya. Yah,
memang aku yang selalu memulai terlebih dahulu.
Akhir-akhir ini aku merasa Marcell semakin ketus padaku. Awalnya
aku bisa menerima sikap bodohnya ini. Tapi lama kelamaan aku merasa kesal.
Walaupun Marcell sudah tidak menyayangiku lagi, bukan begini cara memperlakukan
wanita. Selain ketus, dia juga semakin tidak memperdulikan perasaanku. Sifat
genitnya semakin menjadi. Berkali-kali aku tak sengaja melihatnya mengobrol
berdua dengan gadis cantik. Berkali-kali aku tak sengaja melihat percakapannya
dengan si cantik Mega dan sekarang bertambah dengan si cantik Rina di timeline
twitterku. Ahh, aku semakin membenci Marcell. Mungkin karena aku masih
menyayanginya. Mungkin lebih tepatnya aku tidak membenci Marcell, tetapi aku
cemburu pada Marcell. Aku benar-benar rindu pada Marcell yang dulu. Marcell
yang selalu baik padaku, Marcell yang selalu memaafkan kesalahanku, Marcell
yang charming. Oh Tuhan, tolong bantu aku melupakan perasaan ini. Aku
benar-benar tersiksa. Bisakah semua kembali seperti dulu?
Siang ini lagi-lagi aku menangis untuk Marcell. Apakah
Marcell juga memikirkanku? Tanyaku dalam hati. ternyata rasa rinduku pada
Marcell mengalahkan segala gengsi yang kupunya. Kukirim pesan untuk Marcell,
hanya sekedar menyapanya. Beberapa menit kemudian Marcell menjawab pesanku. Aku
benar-benar kaget membaca balasan dari Marcell.
“Ya?” Hanya itu. Sungguh.
Sebenarnya emosiku sudah terpancing saat itu. Tapi aku
berusaha sabar. Kemudian aku pun membalas pesannya.
“Gitu aja?” balasku.
“Hemm salah lagi, ada apa?” Kali ini setelah membaca balasan
dari Marcell aku tak bisa lagi menahan emosiku. Segera kubalas pesan Marcell
dengan penuh emosi.
“Kenapa sih ketus banget??? Gak bisa lebih ramah ya???”
balasku.
Tanpa menunggu lama, aku menerima pesan balasan dari Marcell.
“Gak.”
“Bukan maksud apa-apa ya Cell, aku cuma mau nyaranin aja.
Jadi cowok nggak boleh gitu. Diajak ngomong baik-baik malah diketusin. Dulu aja
balesannya baik banget. Sekarang? Bah. Dasar playboy! Habis manis sepah
dibuang. Berasa keren ya?” Entah setan apa yang merasuki tubuhku saat ini
hingga aku mengirimkan pesan itu. Yang jelas aku benar-benar sakit hati padanya.
Aku ingin dia mengetahui hal itu!
Tak kusangka ternyata Marcell lebih sakit hati dari pada aku.
Terbukti ketika aku membaca pesan balasan darinya. “Yaudah, terus ngapain kamu
masih SMS aku aja? Hah? Masih ngarep aku ya? Cuih! Lo itu udah nurunin harga
diri gue sebagai laki!!! Gue gak terima!!! Gue jadi yakin buat sinisin Lo.
Selamat malam.”
Asli ini nyesek banget. Kata-kata Marcell benar-benar
menguras emosiku. Karena tak tau harus berkata apa, aku pun membalas pesan
Marcell dengan sapaan selamat malam.
Setelah membalas pesan Marcell, jantungku berdetak lima kali
lebih cepat. Sure! Entah apa yang kutakutkan, tapi sepertinya aku takut jika
bertemu Marcell. Aku takut menghadapi hari-hari setelah ini. Padahal aku dan
Marcell masih harus menjadi teman sekelas kurang lebih satu tahun lamanya. Oh
Tuhan, bantu aku menjalani hari-hariku setelah ini. Ternyata, inilah ending
yang sebenarnya. This is the real ending between Sandra and Marcell. Sebenarnya
dalam kasus ini tidak ada yang salah. Karena aku dan Marcell sama-sama salah.
Kami sama-sama tidak bisa saling memahami. Kami lebih mementingkan ego kami
masing-masing. Jadi aku menganggapnya impas. Aku tidak menyesal pernah mengenal
Marcell. Aku juga tidak menyesal pernah menyayangi Marcell. Karena semua ini bagian
dari takdirku. Takdir yang diberikan Tuhan kepadaku. Sedikit pelajaran yang
bisa kupetik adalah, kita boleh berharap akan suatu hal. Tetapi kita tidak
boleh menggantungkan hidup kita hanya pada harapan itu. Karena, kadang
kenyataan yang terjadi tidak sama seperti apa yang kita harapkan.
Sedikit pesan untuk kalian para pembaca,di saat kamu merasa
dirimu senang, maka tersenyumlah. Di saat kamu sedih, maka menangislah. Di saat
kamu ingin marah, maka berteriaklah. Itu semua merupakan bagian dirimu. Karena
dengan itu semua, kamu akan tau bahwa kamu benar-benar hidup. Dan sedikit pesan
untukmu Marcell, percayalah aku tidak pernah membencimu atau bahkan dendam
padamu.
-THE END-