Bumi
adalah planet yang sebagian besar permukaannya diselimuti oleh air. Jumlah air
meliputi 70% permukaan bumi dengan jumlah kira-kira 1,4 miliar kilometer kubik.
Air mengalir dari sungai menuju ke laut, menguap menjadi awan, jatuh sebagai
hujan, sebagian digunakan oleh makhluk hidup sebagian lagi mengalir dari sungai
menuju ke laut dan begitu seterusnya membentuk siklus yang dinamakan siklus
air. Karena ada siklus air tersebut, air bisa ditemukan di mana-mana.
Walaupun
air meliputi 70% permukaan bumi, namun hanya sebagian kecil saja dari jumlah
ini yang dapat benar-benar dimanfaatkan, yaitu kira-kira hanya 0,003%. Sebagian
besar air, kira-kira 97%, ada dalam samudera atau laut, dan kadar garamnya
terlalu tinggi untuk kebanyakan keperluan. Dari 3% sisanya yang ada, hampir
semuanya, kira-kira 87 persennya, tersimpan dalam lapisan kutub atau sangat
dalam di bawah tanah.
Dengan
0,003% jumlah air tersebut semua manusia di bumi harus berbagi agar bisa
mencukupi kebutuhan sehari-hari yang bisa dikatakan tidak sedikit. Dulu ketika
jumlah penduduk di bumi belum terlalu banyak, ketersediaan air tidak menjadi
masalah. Tapi ketika jumlah penduduk di bumi mencapai lebih dari 7 miliar,
ketersediaan air mulai menjadi masalah serius dan ramai diperbincangkan.
Menurut
data Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2010, kelangkaan air dunia paling parah
terjadi di kawasan Afrika. Sedangkan untuk Asia Tenggara adalah Indonesia,
khususnya di Jawa dan sepanjang pantai utara. Jumlah penduduk yang semakin
banyak berbanding lurus dengan kebutuhan air dan berbanding terbalik dengan
suplai air yang tersedia di alam. Suplai air yang sedikit diperparah dengan
pencemaran air oleh bakteri ataupun limbah logam lainnya.
Saat
ini banyak sekali ditemui air sungai yang keruh, kotor, dan warnanya bisa
berganti-ganti setiap harinya. Menarik tetapi menyedihkan mengingat warna yang
ada pada air tersebut menandakan bahwa air tersebut sudah tidak bersih lagi
atau dengan kata lain air sungai telah tercemar oleh limbah pabrik. Dari
kondisi ini, timbul pertanyaan mengenai siapa sebenarnya agen yang paling
berperan dalam proses “reduksi” air bersih di dunia ini.
Air
bersih adalah salah satu jenis sumberdaya berbasis air yang bermutu baik
dan biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan
aktivitas mereka sehari-hari termasuk diantaranya adalah sanitasi. Untuk
konsumsi air minum menurut
departemen kesehatan, syarat-syarat air minum adalah tidak berasa, tidak
berbau, tidak berwarna, dan tidak mengandung logam berat. Walaupun air dari
sumber alam dapat diminum oleh manusia, terdapat risiko bahwa air ini telah
tercemar oleh bakteri (misalnya Escherichia coli) atau zat-zat berbahaya
lainnya. Walaupun bakteri dapat dibunuh dengan memasak air hingga 100 °C,
banyak zat berbahaya, terutama logam, tidak dapat dihilangkan dengan cara ini.
Seperti yang dijelaskan
sebelumnya, jumlah air di bumi mencapai 1,4 miliar kilometer kubik, berarti
0,003% air yang bisa dimanfaatkan
besarnya mencapai 42 ribu kilometer kubik. Sementara itu menurut survey Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen
Cipta karya, Departemen PU tahun 2006 pemakaian air rata-rata rumah tangga di
perkotaan di Indonesia sebesar setiap orang 144 liter atau 0,0144 kilometer
kubik perharinya. Pemakaian terbesar adalah untuk keperluan mandi sebesar 60
liter perhari perorang atau 45 persen dari total pemakaian air. Berarti dalam
setahun setiap orang menghabiskan 52,56 kilometer kubik air. Bayangkan saja
kalau jumlah penduduk di bumi mencapai 7 milyar, berapa air yang diperlukan dan
bayangkan bila semakin lama jumlah penduduk semakin tak terkendali. Apakah
kebutuhan dengan suplai air yang tersedia sudah memadahi? Tentu saja tidak.
Keadaan ini diperparah dengan tercemarnya air oleh limbah-limbah pabrik yang
tidak bertanggung jawab, yang asal membuang limbahnya tanpa mengolahnya
terlebih dahulu, jumlah air bersih akan semakin berkurang.
Alam memang memiliki
kemampuan untuk mengembalikan kondisi air yang telah tercemar dengan proses
pemurnian atau purifikasi alami dengan jalan pemurnian tanah, pasir, bebatuan
dan mikro organisme yang ada di alam sekitar kita. Jumlah pencemaran yang
sangat masal oleh manusia membuat alam tidak mampu mengembalikan kondisi ke
seperti semula. Alam menjadi kehilangan kemampuan untuk memurnikan pencemaran
yang terjadi. Sampah dan zat seperti plastik, DDT, deterjen dan sebagainya yang
tidak ramah lingkungan akan semakin memperparah kondisi pengrusakan alam yang
kian hari kian bertambah parah.
Dari pembahasan di atas, sudah jelas bahwa manusia adalah
agen utama pereduksi air bersih di dunia ini. Seiring dengan kemajuan
teknologi, sudah banyak alternatif untuk mengatasi kelangkaan air bersih di
dunia. Salah satu contohnya adalah dengan pemurnian air. Tapi teknologi saja
tidak cukup untuk mengatasi kelangkaan air bersih. Kesadaran dari tiap individu
juga sangat membantu mengatasi kelangkaan air bersih. Beberapa hal yang bisa
dilakukan penduduk bumi adalah memakai air sesuai kebutuhan, mengurangi
penggunaan detergen, mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia yang dapat
mencemari air, tidak membuang sampah di sungai, tidak menebang pohon secara
besar-besaran karena pohon bisa menyerap air agar tidak menjadi banjir, dan
masih banyak hal lainnya yang bisa dilakukan. Kalau semua penduduk
berpartisipasi, kelangkaan air bersih pasti tidak akan terjadi. Save water,
because the world is in your hand. J