Wednesday, May 11, 2022

Pertama Kali Ikut Walking Tour Bareng Lelana Kudus

Sebelum nulis banyak, aku mau nanya, apa sih jawaban yang paling tepat dari pertanyaan, “Kamu asli mana?”

Sampai sekarang pertanyaan ini masih sangat membingungkan buatku. Kebetulan aku lahir dan besar di Kudus, Jawa Tengah, tapi kedua orang tuaku lahir dan besar di daerah lain. Di Kudus, kami tinggal hanya serumah, tanpa ada kerabat dekat. Sejak kecil aku bisa dibilang jarang mengunjungi tempat atau bahkan hanya sekedar mendengar cerita tentang daerah tempatku lahir dan besar.

Pemandangan Kudus dari JPO

Kuliah dan merantau di kota lain, membuatku jadi makin nggak paham tempat tinggalku sendiri. Yaaa ciri-cirinya kalau ditanya “tau ini nggak? Itu nggak?” jawabannya pasti enggak.

Long story-short, akhirnya aku malah kerja di sini. Selama dua tahun kerja di Kudus, aku ketemu sama temen-temen yang bisa dibilang “Kudus banget”. Aku sering jajan di berbagai tempat, mulai dari yang harganya murah sampai yang parah. Aku juga banyak main ke tempat-tempat yang waktu sekolah nggak pernah kukunjungi.

Nggak pernah nyangka…

Finally, Minggu 27 Maret 2022 kemarin aku berdiri di depan alun-alun Kudus, bareng belasan orang lainnya mendengarkan penjelasan dari story teller Lelana. Nah kali ini aku mau cerita banyak tentang Lelana dan pengalamanku ikut walking tour bareng Lelana.

Peserta Walking Tour

Perlu di-disclaimer dulu kali yaa, aku banyak nggak familiar dengan istilah-istilah di bidang sejarah, sastra, maupun kebudayaan, jadi seandainya ada penggunaan kata yang kurang sesuai, feel free to tell.

 

Apa itu Lelana?

Lelana adalah nama kegiatan walking tour di daerah Kudus. Kalau nggak salah foundernya bernama Rohmat Hidayatullah yang biasa dipanggil mas Hidayat. Tanggal 22 Oktober 2019 adalah kali pertama nama Lelana dipublikasikan. Karena itulah tanggal tersebut juga dianggap sebagai hari jadi Lelana.

Instagram @lelanakudus.id

Ada yang menyebut bahwa Lelana ini merupakan suatu komunitas, yang berarti juga merujuk ke subjek atau pelaku walking tournya yak. Sejujurnya aku bingung juga sih kalau mendefinisikan Lelana. Dikatakan komunitas mungkin karena mas Hidayat nggak sendirian.

Mas Hidayat sebagai founder atau inisiator sekaligus story teller biasanya ditemani beberapa rekan story teller lain, baik untuk mengumpulkan informasi terkait suatu cerita atau tempat, rute tour, maupun membantu saat walking tour berlangsung.

Nama Lelana diambil karena punya arti tersendiri. Di postingan instagram @lelanakudus.id sudah dijelaskan juga bahwa Lelana dalam Bausastra Jawa memiliki arti lelungan atau mider-mider. Atau kalau browsing di internet, katanya lelana berarti berkelana atau mengembara.

Selain dari arti kata, Lelana juga terinspirasi dari nama samaran Bupati Kudus, Raden Mas Adipati Arya Tjondronagoro V, yang terkenal dengan nama Raden Mas Arya Purwalelana yang juga seorang penjelajah, petualang, sekaligus pencerita.

 

Kegiatan apa yang diselenggarakan Lelana?

Seperti yang sudah kujelaskan di awal, nama Lelana erat sekali dengan kegiatan walking tour. Dari namanya sebetulnya sudah jelas banget kalau kegiatannya pasti jalan-jalan. Eits, tapi bukan jalan-jalan biasa loh.

Dokumentasi Walking Tour (Lokasi: Sekolah Rakyat Samping Pendopo)

Jalan-jalannya lelana ini fokus pada situs budaya dan sejarah aja. Ehmm, setau aku sih yaa. Barangkali ada yang tau mungkin bisa cerita di komentar nanti.

Kamu yang membayangkan konsep walking tournya, jangan sampai membayangkan akan berwisata di tempat-tempat wisata resmi yang banyak pengunjungnya gitu. Maksud aku di sini jangan membayangkan kayak jalan-jalan di Candi Prambanan atau Candi Borobudur.

Mungkin itu termasuk, tapi walking tour Lelana ini lebih sering ke tempat umum atau malah permukiman warga yang memang sering dilewati orang. Dengan catatan, tempat yang dilewati itu pasti memiliki nilai sejarah dan budaya.

Banyak loh bangunan di Kudus yang sudah ada sejak zaman Hindu-Budha, masuknya Islam, sampai kolonial Belanda. Bangunan tersebut menunjukkan ciri-ciri tertentu, jadi buat yang paham bisa langsung ngerti yaa suatu bangunan didirikan pada zaman apa. Kalo aku? Ooooh tentu jelas nggak paham… ˆ)-σ

Sebetulnya walking tour ini nggak cuma ada di Kudus aja. Di kota-kota lain juga ada penggiat walking tour seperti mas Hidayat dan kawan-kawan. Hasil pengamatan amatirku ini justru menunjukkan bahwa walking tour sedang menjadi gaya berwisata yang cukup digemari orang.


Di mana saja rute walking tour Lelana?

Kalau kamu buka Instagram @lelanakudus.id dan scroll sampai bawah, kamu pasti akan menemukan rute-rute apa saja yang pernah dikunjungi Lelana. Nah sejauh ini memang kegiatan Lelana nggak jauh-jauh amat dari Menara Kudus atau daerah kota.

Daerah paling banyak dieksplor adalah sekitar Menara Kudus yang disebut juga daerah Kudus kulon. Kurang tahu juga alasannya apa, kemungkinan karena di daerah tersebut banyak sekali bangunan-bangunan yang punya nilai budaya dan sejarah lebih. Bahkan daerah Kudus kulon juga disebut kawasan kota lamanya Kudus.

Jadi ceritanya... Kudus itu terbagi menjadi dua wilayah, yaitu Kudus kulon dan Kudus wetan (Kulon = barat; Wetan = timur). Tapi sebetulnya dua daerah ini secara administratif sih nggak ada yaaa. CMIIW. Nah antara dua daerah tersebut, ada batas imajiner yang memisahkan, yaitu sungai Gelis. Atau biasanya sih lebih sering disebut Kali Gelis (Kali = sungai).

Aku bener-bener nggak tau alasan pasti kenapa harus muncul istilah Kudus Kulon dan Kudus Wetan. Tapi sepertinya, singkatnya sih, karena dulu orang-orang Kudus asli, tinggalnya di Kudus kulon, dan pendatang biasanya di daerah wetan.

Tanpa melakukan penelitian pun sebetulnya sudah terlihat, Kudus kulon terutama daerah dekat Kali Gelis atau sekitar menara pasti memiliki bangunan kuno yang berbeda dengan bangunan rumah warga di Kudus wetan.

Iseng browsing, ternyata ada penelitian yang membuktikan bahwa kedua wilayah Kudus itu berbeda. Berdasarkan tipologi dan pola sebaran Rumah Pencu (Rumah adat Kudus), diketahui bahwa Kudus Kulon memang merupakan poros atau pusat kebudayaan tradisional masyarakat Kudus. Alasan singkatnya sih Rumah Pencu lebih banyak ditemukan di Kudus kulon dibanding Kudus wetan yaa.

Nah balik lagi ke rute, kegiatan walking tour Lelana dimulai pada Minggu, 10 November 2019 di daerah Langgar Dalem yang termasuk dalam daerah Kudus kulon. Daerah tersebut memang terkenal dengan kultur keislamannya yang kuat. Banyak bangunan-bangunan kuno yang masih berdiri di sana, yang pasti dengan banyak cerita di baliknya.

Banyaknya cerita di Langgar Dalem membuat penggiat Lelana bertahan dan masih menjadikan Langgar Dalem sebagai rute walking tour selanjutnya.

Walking tour ketiga dilaksanakan pada Minggu, 26 Januari 2020. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini kegiatan yang dilakukan adalah untuk mengeksplor peradaban Kulon Gelis. Sebetulnya lokasi walking tour ini masih dekat dengan Langgar Dalem namun sepertinya lebih banyak membahas tentang sejarah tokoh “leluhur” rokok kretek. Peserta walking tour saat itu juga dikenalkan beragam motif batik lawasan dan kudusan.

Rute selanjutnya hampir sama tapi tak serupa. Peserta walking tour diajak untuk eksplor Kampung Menara, yang merupakan Kawasan permukiman sekitar Menara Kudus. Sempat terhenti selama setahun karena COVID-19, kegiatan walking tour Lelana dimulai lagi pada November 2021 dengan mengeksplor rute baru daerah Janggalan.

Janggalan yang masih berada di Kudus kulon memiliki cerita yang tak kalah banyak dibanding rute sebelumnya. Peserta walking tour Janggalan saat itu juga berkesempatan untuk mampir ke kediaman pemilik Traffa Coffee dan klinik kecantikan Muntira yang menurutku cukup terkenal di Kudus.

Rute terakhir yang pernah dilalui peserta walking tour Lelana adalah sekitar pusat Kabupaten Kudus. Sejak Maret lalu, sudah terselenggara 2 kali tour di rute yang sama. Nah kebetulan, di rute inilah aku ikut walking tour bareng peserta lainnya. Kalau ada yang kepo, ke mana aja sih waktu itu? Aku bakal sedikit bercerita di sini.

 

Minggu, 27 Maret 2022 : Tjerita dari Kota


Sesuai dengan tagline yang dibuat oleh mas Hidayat dan kawan-kawan, walking tour bulan Maret yang aku ikuti kemarin benar-benar menceritakan detail sejarah yang ada di pusat “kota” Kudus. FYI, perlu kuingatkan lagi secara administratif Kudus berbentuk Kabupaten. Nah nama kecamatan yang ada di jantungnya Kudus itu adalah Kecamatan Kota.

Berbeda dengan rute sebelum-sebelumnya, pusat kota Kudus sudah bukan termasuk wilayah Kudus kulon melainkan Kudus wetan. Kalau Kudus kulon erat sekali dengan kultur keislamannya, pusat kota akan lebih banyak memperlihatkan sejarah pada era kolonial.

Berkumpul di tempat parkir Taman Bojana, semua peserta walking tour mengawali rute dengan naik jembatan penyeberangan orang (JPO). Kami semua diberi penjelasan singkat mengenai arsitektur bangunan yang ada di Taman Bojana, serta bagaimana lokasi tersebut puluhan bahkan ratusan tahun silam.

Bangunan Taman Bojana Dilihat dari JPO

Selama tour, story teller Lelana juga membawa foto lokasi yang dimaksud pada puluhan tahun silam. Yaaa tujuannya agar peserta walking tour bisa membedakan bagaimana wujud tempat tersebut dulu dan sekarang.

Turun dari JPO, tujuan selanjutnya adalah alun-alun Simpang Tujuh Kudus. Sambil menunjukkan foto, story teller Lelana menceritakan di mana posisi foto tersebut dengan membandingkan keadaan saat ini.

Rute Alun-Alun Simpang Tujuh Kudus

Alun-alun simpang tujuh sebetulnya adalah alun-alun baru, walaupun yaa nggak baru-baru amat juga sih. Maksudnya, sebelum ini alun-alun lama kudus ada di Taman Menara Kudus. Entah kenapa dipindah aku lupa ceritanya gimana ()

Di era 60-70 alun-alun sempat menjadi Stanplat (pemberhentian kendaraan berplat) bahkan sampai dilewati trem juga. Kalau nggak salah ingat, dulunya di alun-alun juga terdapat pohon beringin. Kebayang nggak? Sayangnya aku nggak punya file foto lama alun-alun Kudus. Kayaknya sih mirip sama alun-alun yang di Jogja itu lho, kayaknya…  

Lanjut, geser sedikit dari posisi awal di alun-alun, tujuan selanjutnya adalah tepat di depan pendopo Kabupaten Kudus. Banyak banget nama yang disebut oleh story teller Lelana sampai aku lupa mereka siapa aja.

Depan Pendopo Kabupaten Kudus

Ternyata, dulunya Kudus ini masih masuk dalam wilayah karesidenan Jepara (Kudus, Pati, Jepara). Sekarang kayaknya nggak ada yaa, ganti jadi karesidenan Pati. Dulunya Kudus juga sempat dipimpin oleh dua bupati yaitu Mas Suradireja dan Raden Condroturno, sebelum akhirnya diganti ini diganti itu diganti lagi diganti diganti seterusnya…

Di depan pendopo pula mas Hidayat menyinggung trah Condronegoro yang sempat memimpin Kudus dalam waktu yang lama. Nah Condronegoro V yang menjadi inspirasi nama Lelana, kebetulan adalah trah Condronegoro terakhir yang memimpin Kudus.

Selesai dengan pembahasan pemimpin-pemimpin Kudus, peserta menyeberangi jalan raya untuk melihat bangunan sekolah rakyat Kudus. Seingatku nggak banyak penjelasan di sini, atau aku yang sibuk foto-foto sendiri?

Geser lagi ke barat, semua peserta diberi sedikit penjelasan tentang Masjid Agung Kudus. Masjid yang dibangun tahun 1853 itu ternyata menurut catatan Purwolelono memiliki arsitektur yang meniru Masjid Demak.

Di belakang masjid, ada dua makam yang bertuliskan Raden Ayu Tjondrodinegoro IV dan Raden Tumenggung Tjondro Negoro IV. Dulunya lokasi tersebut terdapat banyak makam kuno, tapi lagi-lagi entah kenapa bisa tinggal dua aja.

Lokasi tour selanjutnya adalah kompleks Hasan Putra dan Perpustakaan Lama. Hasan Putra adalah nama toko buku yang terkenal waktu aku kecil gitu deh. Sejujurnya aku lebih tertarik berada di perpustakaan lama.

Perpustakaan Lama

Selama ini yang aku tahu, perpustakaan daerah ada di belakang GOR Kudus. Ternyata dulu perpustakaan ada di pusat kota. Walaupun masih buka dan masih ada buku-buku di sana, sekarang perpustakaan lama yang dibangun tahun 1975 tersebut menjadi kurang terawat.

Sekarang perpustakaan tersebut masih buka, namun hanya sampai dzuhur aja. Sayangnya seinget aku bukunya nggak boleh dibawa pulang. Foto-foto di sana tuh rasanya kayak nggak lagi di tengah kota.

 

Selesai berkunjung ke perpustakaan lama, penggiat Lelana mengajak peserta walking tour untuk berjalan lagi ke belakang Ramayana. Yap, tujuannya untuk memperlihatkan bangunan yang masih sama seperti di dalam foto puluhan tahun lalu. Nitisemito yang merupakan tokoh “leluhur” rokok kretek sepertinya menorehkan banyak kisah di tempat tersebut.

Nggak kayak sekarang yang cuma punya satu bioskop diujung perbatasan kota, dulu Kudus punya beberapa bioskop yang cukup ramai pengunjungnya (ada yang mengatakan sampai 7 bioskop). Nama bioskopnya antara lain Oen (Ria Nitisemito), Grand (Garuda), dan Ramayana yang menempati Gedung Rakyat/ Nasional, dan lain-lain.


Terakhir, walking tour ditutup dengan penjelasan terkait sejarah toko roti Idjo. Toko roti ini merupakan saksi sejarah pada masa kolonial, karena dibangun sejak tahun 1930. Dinamai Idjo, karena dulu tokonya bercat hijau.

Sejak dibangun pertama oleh Thio Ma Ay, sekarang toko roti ini telah dipegang oleh generasi ketiga. Roti andalan toko Idjo adalah roti kelapa. Roti tersebut dibuat dengan cara tradisional menggunakan alas dari lipatan kertas.

 

Walaupun sejujurnya kakiku rasanya pegal, setidaknya aku mendapat pengalaman baru yang nggak pernah terbayang sebelumnya. Salut banget sama story teller yang bisa hafal cerita tadi dengan urut. Sebetulnya yang disampaikan saat walking tour jauh lebih banyak, berhubung takut kepanjangan dan emang nggak semuanya paham jadi yaa hanya ini yang bisa kusampaikan.


Gimana cara ikut walking tour bareng Lelana?

Udah banyak bahas walking tour, tapi belum membahas gimana cara joinnya. Sebetulnya untuk join, kalian bisa lihat langsung di Instagram @lelanakudus.id. Di sana sudah ada sorotan berjudul FAQ, yang berisi pertanyaan seputar walking tour.

Ada dua tipe tour yang dilayani Lelana, yaitu privat dan umum. Untuk privat, kamu bisa langsung chat aja ke nomor yang tertera di profil. Setahu aku itu bisa kapan pun dan di mana pun yang kamu inginkan, asal sesuai rute Lelana yaa.

Untuk tour yang umum, biasanya jika ada tour akan diumumkan waktu dan tempatnya lewat Instagram. Kalau sudah diumumkan, kamu tinggal hubungi aja nomor yang tertera di profil. Setelah itu bisa langsung ikut kumpul sesuai waktu dan tempat yang sudah diinfokan.

Biaya tour umum sudah tertera di gambar, biasanya tertulis “Pay as you wish” alias seikhlasnya. Kadang justru ini yang membuat bingung, tapi saranku sih mending kalian rasakan dulu tournya. Nanti pasti akan paham sendiri kira-kira berapa yang sesuai. Tentunya disesuaikan dengan budget kamu yaa. Intinya jangan memaksakan.

Terus apa lagi yaa kira-kira? Sepertinya semua sudah kuceritakan sampai panjang banget gini. Semoga informasi ini membantu yaa \(ˆˆ)/

37 comments:

  1. wahhhh mauuu banget mbak ikut
    aku dulu punya rencana ke kudus sendirian bingung mau ngapain
    tar aku kepoin deh IGnya
    blusukan di kampung2 juga suka banget aku
    apalagi kudus kan kota yang bersejarah banget
    semoga kapan kapan aku bisa join ya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sejujurnya aku kalo ditanya temen yang bukan orang Kudus juga bingung sendiri mau ngajak main ke mana wkwk kebanyakan tempat wisata kan ada di daerah Colo/ dekat gunung Muria.
      Tapi sekarang bisa lah ikut private tournya, kalo ramean bareng sobat kan enakk

      Delete
  2. Di Jakarta sebenernya banyak walking tour begini mba, tapi mostly berbayar sih. Aku jujur lebih suka yg berbayar jadi ga bingung mau KSH berapa 😂. Dari sekian banyak walking tour, aku paling suka kalo berbau kuliner. Kayak waktu itu ada walking tour yg jelajah kuliner di pasar baru yg halal. Duuuh itu enak2 bangetttt.

    Tapi so far aku baru sekali ikut walking tour, pas di Myanmar, dan itu kulineran 🤣🤣. Kami dibawa mencoba beberapa macam kuliner khas Myanmar, dari sore jam 4 sampe malam jam 9 wkwkkwkw. Kenyaaaang banget itu, walopun yg dicoba dikit2. Tapi Krn yg didatangin banyak, ya jadi kenyang lama2. Tapi enaknya ga begah, Krn banyak jalan kakinya tadi :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaaa waktu aku buat tulisan ini kan aku juga baca-baca tentang walking tour. Banyak kota lain juga yang ada walking tournya. Kalau berbayar memang kita nggak pusing mikir berapa nya sih yaaa.
      Mba Fanny emang kayaknya keliatan banget suka kulineran. Jadi kuliner di situ tempatnya kayak kumpulan PKL, resto atau warung kecil ya mba? Bagus konsepnya makan terus kalorinya dibuang pakai jalan kaki wkwkw

      Delete
  3. wauw, akhirnya ada juga konsep walking tour seperti lelana. mengunjungi tempat tempat bersejarah dan sudut sudut kota. walking tour gini pasti asik menyusuri local city, ditambah ada guidance yang menjelaskan seputar tur.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaaaa, sekarang udah banyak juga walking tour di kota-kota lain. Walaupun sehari-hari pernah lewat tempat itu, tapi karena ada story tellernya, berasa kayak di tempat wisata beneran gitu...

      Delete
  4. Seru memang mbak kalau bisa Walking Tour. Meski untuk seputaran kota tetapi kalau kita nikmati satu persatu serasa berkeliling hampir kebeberapa kota.😁😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wkwkw bener, tapi kalau cuacanya panas banget kadang jadi mager. Itu di permukiman warga juga mas. Jadi yang biasanya dilewatin, kerasa beda kalau bareng-bareng ada story tellernya pula.

      Delete
  5. kita tetanggan, gw aslinya dari jepara :D.. seru walking tournya, lebih mengenal lagi sejarah kota yang di tinggali, kapan-kapan kalo ada waktu boleh ikut dah :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hooo Jepara, nah boleh tuuu kepoin aja IG nya lelana. Ajak temen-temennya juga hehehe

      Delete
  6. Tak bisa beraktivitas berat, saya ikut nyimak saja ya, Mbak. Selamat malam.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Huaaa baik ibuuu semoga sehat selalu. Barangkali bisa jadi referensi anak atau cucunya hehe

      Delete
  7. Kayaknya enak banget nih ikut walking tour seperti lelana ini dan bayarnya pun seikhlasnya jadi bisa hemat..hihihi.. kapan-kapan kalau ke Kudus bisa dicoba nih ikut walking tour lelana.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah iyaaaa kayaknya lagi hype juga walking tour sekarang-sekarang ini. Sambil belajar, sambil berwisata juga. Bisa dongg ajak temen-temennya juga biar asikk, kan sendirian aneh juga 😂

      Delete
  8. Dengan adanya Lelana, pengunjung jadi lebih mengenal daerah yang dikunjunginya. Moga moga makin sukses deh Lelana.
    Mbaknya juga makin mengenal daerah tempat lahirnya, apalagi Kudus adalah tempat bersejarah.

    ReplyDelete
  9. Very interesting post.
    Have a nice week :)

    ReplyDelete
  10. Seru jalan2nya, mengunjungi tempat2 sejarah, yang makin bikin tambah seru mungkin karena berkunjungnya rame2 hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaaa bener, rame-rame bikin vibe nya kayak lagi piknik beneran. Walaupun jalan-jalannya nggak di tempat wisata juga. Berasa turis di deket rumah sendiri.

      Delete
  11. Bisa gitu ya, Kulon dan Wetan ini kayak mengelompokkan mana yang asli Kudus, mana yang pendatang.

    Lupa udah berapa kali ikut acara semacam ini. Sayangnya saya baru coba sebatas di Jakarta aja. Itu pun udah lama banget. Sekitar 5 tahun lalu terakhir ikutan bareng teman-teman bloger. Haha. Yang menarik dari acara beginian memang sewaktu mendengarkan kisah tentang tempat-tempat biasa yang rupanya memiliki sejarah. Bahkan juga ada tempat bersejarah yang penjelasannya termasuk baru, di luar yang tercantum informasi di museumnya. Salut sih sama storyteller yang sudi meriset dari berbagai sumber sekaligus memceritakan ulang ke peserta dengan asyik.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yg wetan dan kulon itu, emang aku ngerasain banget bedanya sih. Cuma yaa ngga 100% juga penduduk di Kudus kulon memang asli sana, sekarang udah banyak pendatang juga soalnya.
      Kalau walking tour di Jakarta gitu biasanya di mana ya? Kota tua kah? Aku beberapa kali ke sana belum lihat orang yang walking tour di sana...

      Delete
  12. menarikk, aku belum ikutan walking tour, kalau baca cerita temen-temen terliat seru gitu
    apalagi kabupaten Kudus ini juga jarang disebut traveler, kayaknya seru ya kalau explore Kudus. dulu aku cuman lewat aja

    ReplyDelete
    Replies
    1. Soalnya Kudus kan kota kecil mbaaa jadi mungkin memang jarang dibahas orang. Makanya yukyuk kapan-kapan ke sini hehehe

      Delete
  13. Menarik walking tournya, daerah Kudus termasuk jarang dieksplor, apalagi sambil jalan kaki dan ada guide nya juga, belum lagi sharing dengan peserta lain, pasti menarik

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo sampai level sharing sih aku belum yaa mas soalnya kan bukan bidangnya wkwk jadi cukup menikmati cerita sama denger cerita orang aja. Seruu sih tapi...

      Delete
  14. Bikin part 2 nya, mbak. Tulisannya enak dibaca, karena mungkin aku penggemar sejarah kali ya. Jadi ada sedikit gambaran tentang Kudus. Kalo dulu kan taunya cuma ziarah wali songo aja kan. Tapi boleh juga nih kapan2 ikutan pake jasa walking tour, menarik banget, mungkin nunggu sampe anak2 agak besar biar gak ngeluh kalo diajak jalan kaki. Heheheh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waaa terimakasih mbaa, padahal aku ngerasa takut kalo tulisannya aneh pas dibaca orang.
      Betul banget Kudus lebih terkenal dengan makam Sunan Kudus dan Sunan Muria, jadi ada dua wali di Kudus. Nah ini agak beda emang walking tournya. Tapi emang kalo sama bocil mikir-mikir ya mbaa wkwkw semangaaat 😅

      Delete
  15. Sebelum pandemik aku diajak temen ikut Jakarta Walking Tour. Kurleb sama seperti ini, bayarnya juga Pay As You Wish. Sebenarnya asik sih, cuma lama2 aku malas ikut karena jadwalnya kalau gak pagi banget, sore sekitaran jam 3.
    Padahal jalan2 begini yg plg asik untuk lebih mengenal kota yang kita tinggali ya ^_^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh yaa mbaa? Kalo di Jakarta biasanya walking tour di mana ya mba? Masalah waktu emang kadang jadi penghalang utama buatku huhuhu. Tapi kalo dipikir-pikir seandainya walking tournya dibuat siang apa nggak panas banget? Aku bakal lebih males 😂

      Delete
  16. Kalo aku ditanya asal mana, aku jawabnya sih kota tempat kulahir dan tumbuh besar. Kalo kasus kakak berarti Kudus. Hehe Tapi merasa bukan asalnya karena ga tau seluk beluknya Kudus ya kak? Sama. Aku pun ga begitu tau-tau banget kok soal sejarah kota kelahiranku. Heheheh

    Walking tournya seru juga yaak. Makasih kak uda diajak jalan-jalan virtual. Jadi tau spot-spot spesial di kota Kudus. Jujur aku belum pernah jalan-jalan khusus di Kudus kak. Jadi di sini semacam teaser buatku. Semoga ada kesempatan bisa jalan-jalan ke sana hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wkwkwkw okee berarti aku asli Kudus gitu yaa kak. Sekarang mau mulai belajar mengenali kota kelahiran sendiri deh 😂
      Ini belum seberapa kak, masih banyak spot lain, nanti kalo aku ikut lagi bakal kutulis deh ehehehe

      Delete
  17. Dari dulu kepikiran ikut beginian di Semarnag atau manapun, tapi belum terlaksana. Ke Kudus cuma sekadar lewat, pengen gowes di sana

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga lain kali ada waktu yaaa mas. Boleh dikepoin instagramnya lelana. Kalau ada rombongan sendiri malah bisa mengajukan private tour, jadi nggak harus ngikutin jadwalnya lelana. Cuma saya nggak tahu biayanya berapa ehehehe

      Delete
  18. Okay, have visited yours. thank you..

    ReplyDelete
  19. Di semarang juga ada walking tour seperti ini. Kalau ga salah sejak 2015 atau 2016. Aku sering ikut walking tour tersebut. Punya belasan rute yang punya cerita dan keunikannya masing-masing. Besok kalau pas ke semarang bisalah coba untuk ikutan walking tour. Bisa cek di ig @bersukariawalk.
    Aku ikut senang dengan adanya walking tour di kudus. Kegiatan seperti ini emang cocok utk lebih mengenal kota dan segala ceritanya.

    Namanya sangat unik. Bbrapa hari yang lalu aku jga dikasih tahu temanku tentang RM. Arya Condronegoro V. Bisa dibilang sebagai orang indonesia pertama yang menulis catatab perjalanan. Googling aja banyak info ttg sosok ini. Ada bbrapa website yang menampilkan tulisan catatan perjalanannya.

    Makasih mutiara untuk ceritanya :)

    ReplyDelete
  20. Keren nih. Misalnya kita orang baru di Kudus bisa ngajak keluarga utamanya anak2 ut tournya.

    ReplyDelete