Monday, July 29, 2019

Buku Menantimu di Ujung Rindu (by Riri Abdillah)

Mengapa Allah Memilihkan Dia Untukku

Pengarang  : Riri Abdillah (@riri.abdillah)
Penerbit  : Partikel (@partikel.books)
Tahun terbit  : 2017 (cetakan ke-9 tahun 2019)
Tebal buku  : 210 halaman
Harga buku  : Rp 99.000 (via www.ririabdillah.com)

Kata Siapa Pernikahan adalah Puncak Kebahagiaan?

Berdasarkan catatan data dari Mahkamah Agung Republik Indonesia, sepanjang tahun 2018 terjadi 419.268 kasus perceraian.
Itu artinya setiap hari ada 1.148 kasus perceraian di Indonesia!
Itupun hanya pasangan beragama Islam saja. Belum termasuk juga kasus perceraian pasangan beragama lain.

Kenapa Kasus Perceraian Selalu Meningkat?

Banyak konflik & masalah dalam rumah tangga terjadi karena motivasi yang keliru & pola pikir yang bermasalah.
Selain itu juga karena kurang persiapan mental & ilmu sebelum membangun rumah tangga.


***

“Dan telpon paling menyedihkan yang saya terima adalah dari dia yang saya cintai sejak lama. Kami menangis sepanjang waktu. Dia menyesal dan mengira saya hanya bercanda. Dia menyuruh saya membatalkan pernikahan ini. Sesaat saya baper dan ikut larut dalam emosi. Seketika saya ingin menghubungi calon suami saya dan membatalkan pernikahannya.
Tapi semua sudah terlanjur terjadi. Saya sudah memberi kesempatan padanya dan dia tidak menghiraukan. Maaf sekali lagi, Allah telah menyiapkan jodoh terbaik untuk kita. Aku dan dia tak ditakdirkan Bersama. Meskipun berat akhirnya dia merelakan. Dia bukan orang awam jadi saya yakin dia paham. Bahwa jodoh memang bisa saja sebuah pilihan. Tapi apa yang kita inginkan belum tentu Allah takdirkan.”

***

Begitu kiranya sedikit cerita yang diambil dari dalam buku “Menantimu di Ujung Rindu” karya Riri Abdillah. Pertama kali tau buku ini dari iklan yang ada di media sosial sejuta umat, apalagi kalo bukan I N S T A G R A M. Awalnya sih gak begitu tertarik, tapi ternyata lama-lama kepincut juga. Tim kreatif dan pemasaran mba Riri ini emang jempol deh hehehe. Ketika kita melihat iklan yang ada di Instagram story, seperti biasa ada perintah untuk swipe up agar kita bisa melihat laman web yang kita inginkan itu. Swipe up mengantarkanku ke website mba Riri. Di bagian paling atas atau header atau dashboard (entahlah mana istilah yang bener) tertulis:

Udah Siap Nikah atau Cuma Pengen Aja?
Jangan Sampe Nyesel Setelah Nikah Gara-gara Kurang Persiapan dan Salah Pilih Pasangan.

Normalnya, kalian yang telah berumur 20 ke atas pasti akan bertanya-tanya pada diri kalian sendiri. Emm bagi kalian yang belum kepikiran sama sekali tentang pernikahan, aku yakin, sebelum sampe ke website ini, iklan yang ada di Instagram itu pasti kalian skip bukan kalian swipe. Jadi aku berasumsi, orang-orang yang masuk ke website ini pastilah sebagian besar adalah orang-orang yang sudah kepikiran tentang nikah. Entah berapapun prosentasenya.

Aku pikir buku ini adalah novel fiksi, tapi setelah aku baca-baca lagi semua keterangan di websitenya, sangat jelas tertulis bahwa buku ini adalah based on writer’s true stories. Buku ini juga diperuntukkan bagi orang-orang yang:
- Ingin menikah tapi belum ketemu calon yg sesuai kriteria.
- Merasa belum siap nikah, tapi sudah ada yang ingin melamar.
- Merasa khawatir salah memilih calon pendamping hidup.
- Ragu apakah dia adalah orang yang tepat & sesuai harapan.
- Merasa galau jika kenyataan akan mengecewakan.
- Sudah lamaran tapi kok malah makin ragu & bimbang

Well after I read it, I thought I’m the one. Setelah cocok dengan bukunya, yang aku lirik selanjutnya apalagi kalo bukan kolom harga hehehe. Di website mba Riri, buku ini tertulis seharga 99.000 dengan tambahan produk berupa manset tangan, ciput rajut, dan juga ada tanda tangannya mba Riri juga. Meskipun ongkos kirim ditanggung pembeli, tapitapitapi siapapun yang baca ini pasti akan tetap tergoda membelinya.
Setelah baca-baca sekilas di web ini, ya, aku memutuskan untuk membeli bukunya, dan bayar di hari itu juga. Tiga hari kemudian, barang itu sampai di tujuan. Kesan pertama?

Okesip aku ga salah beli.

Di awal bagian buku ini, mba Riri menceritakan tentang dirinya terlebih dahulu, lalu tentang persiapan pernikahannya. Yang bikin greget adalah pas baca bagian “Tamu Penting Tak Diudang” di mana mba Riri menceritakan bagaimana pertemuannya dengan suaminya. Bener-bener ikut membayangkan gimana sih rasanya “Kami tidak saling mencintai. Tapi kami menikah”.
Gimana engga, dulu waktu aku masih berusia belasan, atau kira-kira awal 20an, aku mendefinisikan pernikahan adalah akhir dari segala penderitaan hahaha. Bisa bertemu dengan seseorang yang kita cintai sepenuh hati setiap hari, berbagi cerita suka dan duka, saling membantu, menguatkan satu sama lain, kurang bahagia apa coba?
Ternyata seiring dengan bertambahnya usia, setelah sering mendengar cerita-cerita orang, mendengar kajian, dan membaca buku, ternyata pernikahan gak sesederhana itu. Bahkan kasarnya, bisa dibilang pernikahan adalah awal dari segala penderitaan. Yaaa walaupun kata orang, seberat-beratnya penderitaan lebih indah jika dirasakan berdua, tetep aja saat ini pernikahan terdengar mengerikan hehehehe.
Bayangan bisa bertemu dengan seseorang yang kita cintai setiap hari buyar ketika mendengar kisah-kisang long distance marriage dari orang sekitar. Bayangan bisa berbagi cerita suka dan duka, saling membantu dan menguatkan satu sama lain juga buyar ketika mendengar kisah seorang suami atau istri yang tidak setia, belum lagi kalo bahas soal mertua. Bener-bener deh, pernikahan cuma buat orang-orang yang siap ga cuma finansial tapi juga mental.
Di buku ini, mba Riri benar-benar membuatku galau. Gimana sih rasanya memendam cinta bertahun-tahun lalu, setelah tau perasaan kita terjawab, kita harus mengorbankan perasaan kita? Ya Allah kayanya kalo aku yang ngalamin itu bisa-bisa nangis 7 hari 7 malam, atau ngambek ngotot pengen dinikahin sama orang yang kita cintai wkwkwk emm kok agak lebay gitu ya setelah dibaca ulang.
Setelah baca buku ini, aku semakin paham bahwa jika pernikahan itu diniatkan untuk ibadah, yang tadinya gak saling cinta pun tetep bisa bahagia, bisa berbagi cerita suka dan duka, saling membantu dan menguatkan satu sama lain. Karena orang-orang yang menikah dengan niat ibadah, pasti orientasi hidupnya adalah hanya untuk meraih ridho Allah, dan hidup bahagia sampai ke surga. Hmm so sweet gak sih?
Gak puas menceritakan perjalanan pernikahannya, mba Riri juga menceritakan keluarga pandawa yang tidak lain dan tidak bukan adalah adik-adik iparnya. Kisah mereka juga gak kalah mengharukan sih. Ku benar-benar salut mengetahui satu keluarga ini menikah di usia 19 tahun, bahkan ada yang 18 tahun. Ditengah cercaan manusia-manusia yang kontra dengan gerakan nikah muda, mereka tetap teguh pendirian bahkan akhirnya mereka membuktikan bahwa nikah muda itu baik.
Oh iya, sebenernya aku sempet bosan waktu baca buku ini. Ceritanya sempat terlihat klise di awal jadi sempat merasa buku ini sama aja dengan buku-buku yang lain. Kutinggal lebih dari seminggu sampai akhirnya muncul niatan lagi untuk menyelesaikan membaca buku ini. Setelah aku baca ulang, ternyata buku ini gak sama dengan buku-buku yang lain. Buku ini memberikan banyak gambaran bagi orang-orang yang belum menikah, berniat menikah, atau sedang mempersiapkan pernikahan. Jadi saranku sih, coba baca aja sendiri karena aku sangat merekomendasikan buku ini.
Tapi karena sudah tertulis jelas buku ini diperuntukkan bagi orang-orang tertentu, kalau merasa belum masuk dalam kriteria itu, gausah dibaca ya. Barangkali ada anak kecil yang mau baca, kan gak cocok hehehe. Selamat membaca!

No comments:

Post a Comment