Mengapa Allah Memilihkan Dia Untukku
Pengarang | : Riri Abdillah (@riri.abdillah) |
Penerbit | : Partikel (@partikel.books) |
Tahun terbit | : 2017 (cetakan ke-9 tahun 2019) |
Tebal buku | : 210 halaman |
Harga buku | : Rp 99.000 (via www.ririabdillah.com) |
Kata Siapa Pernikahan adalah Puncak Kebahagiaan?
Berdasarkan
catatan data dari Mahkamah Agung Republik Indonesia, sepanjang tahun 2018
terjadi 419.268 kasus perceraian.
Itu
artinya setiap hari ada 1.148 kasus perceraian di Indonesia!
Itupun hanya
pasangan beragama Islam saja. Belum termasuk juga kasus perceraian pasangan
beragama lain.
Kenapa Kasus Perceraian Selalu Meningkat?
Banyak konflik & masalah dalam rumah
tangga terjadi karena motivasi yang keliru & pola pikir yang
bermasalah.
Selain itu juga karena kurang
persiapan mental & ilmu sebelum membangun rumah tangga.
(sumber: www.ririabdillah.com)
“Dan telpon
paling menyedihkan yang saya terima adalah dari dia yang saya cintai sejak
lama. Kami menangis sepanjang waktu. Dia menyesal dan mengira saya hanya
bercanda. Dia menyuruh saya membatalkan pernikahan ini. Sesaat saya baper dan
ikut larut dalam emosi. Seketika saya ingin menghubungi calon suami saya dan
membatalkan pernikahannya.
Tapi semua sudah
terlanjur terjadi. Saya sudah memberi kesempatan padanya dan dia tidak
menghiraukan. Maaf sekali lagi, Allah telah menyiapkan jodoh terbaik untuk
kita. Aku dan dia tak ditakdirkan Bersama. Meskipun berat akhirnya dia
merelakan. Dia bukan orang awam jadi saya yakin dia paham. Bahwa jodoh memang
bisa saja sebuah pilihan. Tapi apa yang kita inginkan belum tentu Allah
takdirkan.”
***
Begitu kiranya sedikit
cerita yang diambil dari dalam buku “Menantimu di Ujung Rindu” karya Riri
Abdillah. Pertama kali tau buku ini dari iklan yang ada di media sosial sejuta
umat, apalagi kalo bukan I N S T A G R A M. Awalnya sih gak begitu tertarik, tapi
ternyata lama-lama kepincut juga. Tim kreatif dan pemasaran mba Riri ini emang
jempol deh hehehe. Ketika kita melihat iklan yang ada di Instagram story,
seperti biasa ada perintah untuk swipe up agar kita bisa melihat laman web yang
kita inginkan itu. Swipe up
mengantarkanku ke website mba Riri. Di bagian paling atas atau header atau
dashboard (entahlah mana istilah yang bener) tertulis:
Udah Siap Nikah
atau Cuma Pengen Aja?
Jangan Sampe
Nyesel Setelah Nikah Gara-gara Kurang Persiapan dan Salah Pilih Pasangan.
Normalnya, kalian yang telah berumur 20 ke atas pasti akan
bertanya-tanya pada diri kalian sendiri. Emm bagi kalian yang belum kepikiran
sama sekali tentang pernikahan, aku yakin, sebelum sampe ke website ini, iklan
yang ada di Instagram itu pasti kalian skip bukan kalian swipe. Jadi aku
berasumsi, orang-orang yang masuk ke website ini pastilah sebagian besar adalah
orang-orang yang sudah kepikiran tentang nikah. Entah berapapun prosentasenya.
Aku pikir buku ini adalah novel fiksi, tapi setelah aku baca-baca
lagi semua keterangan di websitenya, sangat jelas tertulis bahwa buku ini
adalah based on writer’s true stories. Buku ini juga diperuntukkan bagi
orang-orang yang:
- Ingin menikah tapi belum ketemu
calon yg sesuai kriteria.
- Merasa belum siap nikah, tapi sudah
ada yang ingin melamar.
- Merasa khawatir salah memilih calon
pendamping hidup.
- Ragu apakah dia adalah orang yang
tepat & sesuai harapan.
- Merasa galau jika kenyataan akan
mengecewakan.
- Sudah lamaran tapi kok malah makin ragu & bimbang
Well after I read it, I thought I’m the one. Setelah cocok
dengan bukunya, yang aku lirik selanjutnya apalagi kalo bukan kolom harga
hehehe. Di website mba Riri, buku ini tertulis seharga 99.000 dengan tambahan
produk berupa manset tangan, ciput rajut, dan juga ada tanda tangannya mba Riri
juga. Meskipun ongkos kirim ditanggung pembeli, tapitapitapi siapapun yang baca
ini pasti akan tetap tergoda membelinya.
Setelah baca-baca sekilas di web ini, ya, aku memutuskan untuk membeli bukunya, dan bayar di hari itu juga. Tiga hari kemudian, barang itu sampai di tujuan. Kesan pertama?
Okesip aku ga salah beli.
Di awal bagian buku ini, mba Riri menceritakan tentang dirinya
terlebih dahulu, lalu tentang persiapan pernikahannya. Yang bikin greget adalah
pas baca bagian “Tamu Penting Tak Diudang” di mana mba Riri menceritakan bagaimana
pertemuannya dengan suaminya. Bener-bener ikut membayangkan gimana sih rasanya “Kami
tidak saling mencintai. Tapi kami menikah”.
Gimana engga, dulu waktu aku masih berusia belasan, atau kira-kira awal 20an, aku mendefinisikan pernikahan adalah akhir dari segala penderitaan hahaha. Bisa bertemu dengan seseorang yang kita cintai sepenuh hati setiap hari, berbagi cerita suka dan duka, saling membantu, menguatkan satu sama lain, kurang bahagia apa coba?
Gimana engga, dulu waktu aku masih berusia belasan, atau kira-kira awal 20an, aku mendefinisikan pernikahan adalah akhir dari segala penderitaan hahaha. Bisa bertemu dengan seseorang yang kita cintai sepenuh hati setiap hari, berbagi cerita suka dan duka, saling membantu, menguatkan satu sama lain, kurang bahagia apa coba?
Ternyata seiring dengan bertambahnya usia, setelah sering mendengar
cerita-cerita orang, mendengar kajian, dan membaca buku, ternyata pernikahan
gak sesederhana itu. Bahkan kasarnya, bisa dibilang pernikahan adalah awal dari
segala penderitaan. Yaaa walaupun kata orang, seberat-beratnya penderitaan
lebih indah jika dirasakan berdua, tetep aja saat ini pernikahan terdengar
mengerikan hehehehe.
Bayangan bisa bertemu dengan seseorang yang kita cintai setiap hari
buyar ketika mendengar kisah-kisang long distance marriage dari orang sekitar.
Bayangan bisa berbagi cerita suka dan duka, saling membantu dan menguatkan satu
sama lain juga buyar ketika mendengar kisah seorang suami atau istri yang tidak
setia, belum lagi kalo bahas soal mertua. Bener-bener deh, pernikahan cuma buat
orang-orang yang siap ga cuma finansial tapi juga mental.
Di buku ini, mba Riri benar-benar membuatku galau. Gimana sih
rasanya memendam cinta bertahun-tahun lalu, setelah tau perasaan kita terjawab,
kita harus mengorbankan perasaan kita? Ya Allah kayanya kalo aku yang ngalamin
itu bisa-bisa nangis 7 hari 7 malam, atau ngambek ngotot pengen dinikahin sama
orang yang kita cintai wkwkwk emm kok agak lebay gitu ya setelah dibaca ulang.
Setelah baca buku ini, aku semakin paham bahwa jika pernikahan itu
diniatkan untuk ibadah, yang tadinya gak saling cinta pun tetep bisa bahagia,
bisa berbagi cerita suka dan duka, saling membantu dan menguatkan satu sama
lain. Karena orang-orang yang menikah dengan niat ibadah, pasti orientasi
hidupnya adalah hanya untuk meraih ridho Allah, dan hidup bahagia sampai ke
surga. Hmm so sweet gak sih?
Gak puas menceritakan perjalanan pernikahannya, mba Riri juga
menceritakan keluarga pandawa yang tidak lain dan tidak bukan adalah adik-adik
iparnya. Kisah mereka juga gak kalah mengharukan sih. Ku benar-benar salut mengetahui
satu keluarga ini menikah di usia 19 tahun, bahkan ada yang 18 tahun. Ditengah
cercaan manusia-manusia yang kontra dengan gerakan nikah muda, mereka tetap
teguh pendirian bahkan akhirnya mereka membuktikan bahwa nikah muda itu baik.
Oh iya, sebenernya aku sempet bosan waktu baca buku ini. Ceritanya
sempat terlihat klise di awal jadi sempat merasa buku ini sama aja dengan buku-buku
yang lain. Kutinggal lebih dari seminggu sampai akhirnya muncul niatan lagi
untuk menyelesaikan membaca buku ini. Setelah aku baca ulang, ternyata buku ini
gak sama dengan buku-buku yang lain. Buku ini memberikan banyak gambaran bagi
orang-orang yang belum menikah, berniat menikah, atau sedang mempersiapkan pernikahan.
Jadi saranku sih, coba baca aja sendiri karena aku sangat merekomendasikan buku
ini.
Tapi karena sudah tertulis jelas buku ini diperuntukkan bagi
orang-orang tertentu, kalau merasa belum masuk dalam kriteria itu, gausah dibaca
ya. Barangkali ada anak kecil yang mau baca, kan gak cocok hehehe. Selamat
membaca!
Baca juga : Review buku "The Secret Habits to Master Your Art of Speaking"
No comments:
Post a Comment