Pelaksanaan demokasi di Indonesia mengalami pasang surut sejalan dengan sejarah ketatanegaraan Indonesia yang berubah pula dari sejak kita merdeka pada tahun 1945 sampai sekarang.
1. Pelaksanaan demokrasi masa 1945-1949 (masa Undang Undang Dasar 1945 kurun waktu tertentu)
Sebagai Negara yang baru merdeka Indonesia menghadapi berbagai masalah. Sehingga orientasi kehidupan bangsa yang diarahkan pada usaha untuk mempertahankan kemerdekaan. Oleh karena itu, dapat dipahami jika terjadi perubahan ketatanegaraan seperti:
1) Tanggal 16 Oktober 1945 pemerintah mengeluarkan Maklumat No. X/1945 yang memberikan kewenangan yang luar biasa kepada BP KNIP untuk menjalankan kekuasaan legislatifnya.
2) Tanggal 3 November 1945 dikeluarkan Maklumat Pemerintah agar rakyat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mendirikan partai politik. Setelah dikeluarkan Maklumat tersebut, secara resmi berdiri 10 partai politik.
3) Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang merubah system pemerintahan presidensiil menjadi kabinet parlementer yang berdasarkan asas asas demokrasi liberal yang dipimpin oleh Perdana Menteri Syahrir.
Dalam cabinet ini, menteri-menteri tidak lagi menjadi pembantu dan bertanggung jawab kepada Presiden tetapi bertanggung jawab keapada KNIP.
2. Pelaksanaan demokras kurun waktu tahun 1949 – 1950, masa konstitusi RIS
Pada masa ini telah terjadi perubahan konstitusi dari Undang-Undang Dasar 1945 menjadi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat. Sejak berlakunya konstitusi RIS yang berlaku adalah demokrasi liberal dengan system parlementer. Pelaksanaan demokrasi ini tidak berlangsung lama, maka tanggal 17 Agustus 1950 kita kembali lagi ke bentuk Negara kesatuan RI.
3. Pelaksanaan demokrasi kurun waktu tahun 1950 – 1959, masa UUDS
Pada masa berlakunya UUDS 1950 pemerintah berdasarkan system parlementer dengan demokrasi liberal. Pada masa ini, Indonesia pertama kalinya menyelenggarakan pemilu untuk memilih anggota konstituante dan anggota DPR.
Akibat macetnya tugas penyusunan UUD, maka Presiden mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 yang isinya:
1) Pembubaran konstituante
2) Berlakunya UUD 1945 tidak berlakunya UUD Sementara Tahun 1950
3) Pembetukan MPRS yang terdiri atas anggota DPR ditambah utusan daerah dan golongan serta pembentukan DPAS
4. Pelaksanaan demokrasi kurun waktu tahun 1959 – 1966
Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Undang Undang Dasar 1945 berlaku kembali, Demokrasi yang berlaku adalah demokrasi terpimpin dengan system pemerintahan persidensiil.
Namun dalam prakteknya yang dimaksud dengan terpimpin adalah dipimpin oleh Presiden, sehingga terjadi pemusatan kekuasaan pada saut tangan yaitu Presiden.
5. Pelaksanaan demokrasi kurun waktu tahun 1966 – 1998
Pelaksanaan demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin telah membawa bangsa Indonesia ke jurang kehancuran Karena telah terjadi penyimpangan – penyimpangan yang tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi, UUD 1945 dan Pancasila.
Berdasarkan pengalaman sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara pada kurun waktu tahun 1966 sampai dengan 1998, membuktikan bahwa dengan lemahnya control terhadap pemerintahan demokratisasi tidak berjalan. Hal ini terjadi karena orde baru tidak konsekuen dalam pelaksanaan pancasila dan UUD 1945. Dimana kekuasaan presiden sangat sentralistik mendominasi supra struktur (lembaga lembaga Negara) maupun infra struktur (partai politik). Pancasila sebagai salah satunya asas bagi parpol dan ormas menimbulkan budaya KKN yang memicu terjadinya krisis di seluruh aspek kehidupan bangsa, terjadinya ketidakadilan, terjadinya pelanggaran HAM dan munculnya gejolak social yang mengarah pada gejala disentrigasi bangsa.
6. Pelaksanaan Demokrasi Kurun Waktu Tahun 1998 Sampai Sekarang
Dalam pemerintahan orde baru hanya membawa kebahagian semu, perekonomian merosot, ekonomi mengarah pada kapitalis, kekuatan ekonomi berada sebagian penguasa dan pengusaha, KKN merajalela, wakil wakil rakyat tdak dapat berfungsi secara demokratis.
Timbul gerakan masyarakat yang menuntut reformasi disegala bidang, setelah ditandai hancurnya ekonomi nasional.
Menurut Riswanda Imawan 1998, makna reformasi pada hakekatnya sebagai suatu gerakan untuk menata ulang terhadap hal hal yang menyimpang untuk dikembalikan dalam bentuk semula yang sesuai dengan nilai nilai idial yang dicita citakan rakyat.
Menurut Sri Sultan Hamengkubuwono X, 1998, Gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam kerangka prespektif Pancasila sebagai landasan cita cita dan ideologi sebab tanpa adanya dasar nilai yang jelas maka reformasi akan mengarah pada disentregasi, anarkis, bruntalisme dan pada akhirnya menuju kearah kehancuran bangsa. Agar gerakan reformasi berhasil harus memiliki kondisi dan syarat tertentu. (Kaelan 1999 : 190 - 191) yaitu:
1) Suatu gerakan reformasi yang dilakukan karena adanya suatu penyimpangan.
2) Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita cita yang jelas dalam hal ini Pancasila sebagai ideology bangsa dan Negara Indonesia.
3) Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasarkan pada suatu kerangka structural tertentu, dalam hal ini UUD sebagai kerangka acuan reformasi.
4) Reformasi dilakukan kea rah suatu perubahan kea rah kondisi serta keadaan yang lebih baik.
5) Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang Berketuhanan Yang Maha Esa serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.