Judul : Soulmate
Pengarang : Delia Angela
Tahun Terbit : 2009
Penerbit : Penerbit Milestone
Jumlah halaman : 170 hlm.
Desain sampul: Gunawan
Tahun Terbit : 2009
Penerbit : Penerbit Milestone
Jumlah halaman : 170 hlm.
Desain sampul: Gunawan
Sebagai reviewer novel-novel teenlit, saya sadar kalau saya tidak bisa selalu terpaku pada novel terbitan penerbit besar. Apabila saya terlalu terfokus pada penerbit gigantik yang populer, bagaimana mungkin saya bisa membuat sebuah perbandingan? Itulah sebabnya saya juga melirik novel yang diterbitkan oleh penerbit yang kurang ternama sehingga saya bisa lebih objektif dalam mebuat penilaian. Pilihan saya pun jatuh pada novel karya Delia Angela, Soulmate. Kenapa saya memilih untuk membaca novel ini? Alasannya sederhana saja, karena nama karakter cowoknya sama dengan nama karakter cowok di novel saya, Aldo (subjektif sekali, yah?). Anyway, mari kita mulai saja pembahasannya....
Cerita
Soulmate bercerita tentang seorang gadis SMA kaya-tapi-kesepian (tipikal novel teenlit) bernama Diana. Ia dikisahkan berpacaran dengan Steve, seorang cowok yang merupakan pemilik tidak langsung (baca: ahli waris) sebuah restoran. Hubungan Diana dan Steve berjalan lancar pada awalnya, hingga suatu saat Aldo, penyanyi idola remaja, hadir sebagai murid baru di sekolah Diana dengan satu tujuan: mengejar cinta Diana! Dengan tingkah laku agresif dan menyebalkannya, Aldo berhasil menarik perhatian Diana—dengan cara yang negatif. Apalagi setelah insiden "ciuman di dalam UKS" dan "perkelahian Aldo", jarak antara Diana dan Steve pun semakin melebar. Semuanya bertambah runyam saat Nick, teman dekat Aldo yang sekaligus merupakan first love Diana, muncul. Ternyata, ia juga memendam perasaan suka sebagaimana Steve dan Aldo. Kini, Diana harus memilih siapa yang menjadi soulmate sejatinya.
Karakter
Diana (Elizabeth Diana). Cewek berumur enam belas tahun yang memiliki orangtua lumayan kaya, hanya saja mereka tinggal di Paris karena bekerja sebagai desainer. Penah berkeinginan untuk diperebutkan oleh banyak cowok, tapi ketika hal itu terjadi, ia justru bingung sendiri.
Aldo (Christian Aldo). Cowok yang merupakan penyanyi terkenal di kalangan remaja. Sering bersikap seenaknya sendiri dan biasa membatalkan konser kalau sedang bad mood. Aldo langsung jatuh hati pada Diana saat pertama kali meilihatnya. Meskipun begitu, sifatnya yang terlalu menyebalkan justru membuat Diana berusaha menjauhinya.
Steve. Pacar pertama Diana dalam novel ini. Steve amat menyayangi Diana, dan ia rela melakukan apa pun yang cewek itu katakan. Meskipun begitu, sikapnya langsung berubah saat tahu Aldo dekat dengan Diana. Pada akhirnya, ia merelakan ceweknya itu untuk bersama dengan Aldo.
Nick. Teman baik Aldo dan sekaligus first love Diana yang muncul di pertengahan cerita. Meskipun lama tidak bertemu, Nick tetap memiliki karisma sendiri di mata Diana. Aldo menemukan sebuah surat keterangan dokter yang menyatakan bahwa ia menderita leukimia, dan itu sebabnya sahabatnya itu memutusan untuk mundur agar Nick dapat berbahagia di saat terakhirnya.
Jessy dan Bella. Teman dekat Diana. Mereka sudah berteman sejak lama, dan keduanya berusaha untuk meng-clear-kan permasalahan antara Aldo dan Diana dengan cara mengundang Aldo ke pesta ulang tahun Diana.
Nero. Manajer Aldo yang sering direpotkan oleh perilaku “semau gue” Aldo. Msekipun begitu, ia sering tak kuasa menolak untuk menuruti kemauan Aldo.
Pembahasan
Jujur saja, bahasa dalam teenlit ini kok agak-agak gimana gitu. Yang kumaksud di sini adalah pilihan katanya. Saya tahu kalau teenlit identik dengan bahasa tak baku yang ringan, tapi bahasa dalam novel ini sepertinya "tidak ditulis dengan benar". Sebagai contoh, kata tambahan "deh" ditulis menjadi "dech", kata "kok" menjadi “koq”, dan—ini yang paling parah—kata "habis" ditulis menjadi "biz". Merupakan hal yang wajar kalau kata-kata seperti itu muncul dalam SMS atau chat, tapi apabila muncul dalam dialog atau narasi, gaya penulisan kata-kata tersebut amat tidak wajar dan, God, bacanya nggak nyaman sekali. Selain itu, tidak ada pembedaan antara kalimat yang diucapkan secara lisan atau dalam hati, karena keduanya sama-sama menggunakan tanda petik dua ("..."). Saya menyarankan sang editor untuk lebih banyak belajar dan berlatih sebelum meloloskan sebuah naskah.
Beralih ke masalah tema. Soulmate ini kental sekali dengan suasana reverse harem-nya. Bagi yang belum tahu apa itu reverse harem, istilah itu merujuk pada kompetisi antarcowok (biasanya lebih dari dua) untuk memperebutkan seorang cewek, seperti Boys Before Flowers (drama) atau La Corda D'oro Primo Passo (anime) (btw, kalau ingin mengetahui lebih banyak lagi jenis-jenis reverse harem, silakan klik di sini). Idenya sebetulnya tidak buruk, hanya saja saya merasa ada beberapa hal yang perlu dibenahi.
Yang pertama adalah karakternya; the main boys’ roles are so typical. Maksudku adalah karakter Aldo di sini merupakan sosok artis yang dipuja banyak cewek, dan karakter Steve adalah pewaris sebuah restoran. Dua karakter ini menggambarkan stereotip cowok mapan versi gadis-gadis remaja yang sering sekali muncul dalam drama Korea (ah, well, Soulmate sendiri sepertinya terkait dengan drama Korea berjudul sejenis, jadi tak heran). Karena dua-duanya superior di bidang tertentu (Aldo di bidang popularitas, sedangkan Steve di bisang finansial), maka dimunculkanlah Nick, karakter yang biasa saja tetapi dapat berkompetisi dengan karakter cowok lain memiliki hubungan spesial dengan karakter cewek utama, sebagai penyeimbang dua "kubu" tersebut. Kepribadian dari karakter Aldo juga membuat alur yang sangat khas: karakter utama cewek bermusuhan dengan karakter utama cowok, tapi akhirnya mereka bersatu (btw, saya juga menggunakan alur itu di novel saya, sih, hehe). Mungkin kalau karakter-karakter utamanya adalah seorang cowok yang merupakan kapten tim basket tapi memiliki sifat pemalu yang teramat sangat, seorang cowok yang memiliki uang banyak tapi emosinya tidak stabil, dan first love yang sekarang sudah menjadi playboy, ceritanya akan lebih berbumbu.
Kemudian, alur. Terdapat banyak adegan yang kalau saya “gugat” dengan pertanyaan ”Bagaimana bisa?” pasti tidak akan ketemu jawabannya. Sebagai contoh pada halaman 33:
“....Nggak tahu kenapa, tapi feeling Steve mengatakan kalo cewek yang diincar Aldo adalah Diana....”
Terus halaman 67:
“....Dia nggak tau kenapa dia merasa ingin sekali menemui Aldo. Nggak tau kenapa juga dia merasa kalo tempat yang dimaksud adalah taman belakang sekolah.”
Terus halaman 101:
“...Tiba-tiba hati kecilnya berkata kalau Diana ada di pantai....”
Terus halaman 137:
“...Nggak tau kenapa Diana juga merasa yakin kalau Aldo bakal datang ke taman belakang sekolah jam empat ini....”
Keempat contoh di atas merupakan plothole yang menganga lebar karena alasan dari tindakan (dan pikiran) mereka adalah feeling. Menurut saya, kurang realistis saja kalau karakter-karakter tersebut bertindak berdasarkan feeling mereka, dan voila, feeling mereka ternyata benar! Dalam istilah saya: kebetulan yang mengerikan karena terlalu dibuat-buat.
Ketiga, konflik. Terdapat beberapa konflik yang amat-sangat-tipikal-teenlit-sekali. Karakter Jenny yang akan melakukan segala cara untuk memisahkan Aldo dan Diana misalnya, menghasilkan konflik bullying yang sudah beratus-ratus kali muncul dalam genre ini. Di samping itu, adegan pingsan Diana ketika bertanding basket dengan Aldo juga sangat tipikal (meskipun saya merasa tidak masuk akal—bagaimana bisa hanya karena masuk angin Diana bisa pingsan, padahal ia tidak digambarkan bertubuh lemah?). Lalu kenyataan bahwa Nick dikisahkan menderita leukimia (lagi-lagi penyakit itu!) sehingga Aldo memutuskan untuk mundur teratur juga jamak muncul dalam teenlit. Meskipun begitu, agak aneh juga melihat Aldo dengan senang hati mengalah kalau mengingat karakternya yang semau gue alias nggak pedulian.
Terlepas dari kekurangan-kekurangan tersebut, saya menyaluti beberapa aspek dalam novel ini. Lirik lagu dan puisi yang dicantumkan pengarang membuktikan bahwa ia memiliki kemampuan dalam merangkai kata dan menunjukkannya. Di samping itu, kenyataan bahwa ternyata leukimia yang “diderita” Nick ternyata hanyalah bagian dari perannya dalam film juga menjadi kejutan yang tak disangka (meskipun saya ragu apakah film juga membutuhkan properti sampai sedetail itu dan disimpan tidak bersama properti lain). Kata-kata mutiara dalam ending-nya juga oke, meskipun well, enidng-nya sendiri sudah bisa diprediksi dari awal (tips: jangan pernah mencantumkan daftar isi dalam novel fiksi!).
Penilaian? Secara keseluruhan, Soulmate tidak begitu memuaskan, terutama dari aspek-aspek yang telah saya sebutkan di atas. Namun, apabila kamu menyukai kisah cewek yang dikejar banyak cowok macam BBF, mungkin kamu bisa mencoba membaca buku ini.
No comments:
Post a Comment